Jakarta, TAMBANG – Selain pantai, objek wisata yang tak kalah menarik dari Bangka adalah wisata sejarah di Museum Timah Indonesia (MTI) Muntok. Di sini, pengetahuan yang berhubungan dengan teknik penambangan, peleburan timah hingga menjadi produk jadi, tersusun dan terdokumentasi rapi.
Kepala MTI, Fakhrizal Abu Bakar menyampaikan bahwa bangunan ini dulunya merupakan kantor pusat Bangka Tin Wining (BTW), perusahaan timah zaman Hindia Belanda. Namun saat Indonesia merdeka, bangunan dialihfungsikan menjadi kantor wilayah produksi timah.
“Bangka Tin Wining (BTW), nama perusahaan timah zaman Belanda itu. Jadi inilah kantor pusat dari Bangka Tin Wining. Pada tahun 1913 mereka mulai mendirikan bangunan ini dan diresmikan 1915. Seperti yang tertera di atas, jadi setelah merdeka diambil alih oleh Perusahaan Negara (PN) tambang timah, akhirnya menjadi kantor wilayah produksi dari PT Timah,” katanya beberapa waktu lalu.
Menurutnya, bangunan bernuansa Eropa ini resmi dijadikan museum pada tahun 2011 dengan fokus pada peninggalan-peninggalan sejarah di hilir timah. Sementara, museum yang berada di Pangkal Pinang merekam tata cara penambangan timah (hulu). Kendati begitu, di Museum Muntok juga dijelaskan soal teknik penambangan meski secara singkat.
“Pada tahun 1991, ada restrukturisasi PT Timah sehingga gedung ini ditinggalkan. Jadi perubahan organisasi dan ini menjadi terbengkalai dan kemudian oleh PT Timah pada 2011 itu mulai direnovasi dan direvitalisasi untuk menjadi Museum Timah Indonesia Muntok,” paparnya.
“Museum ini adalah museum yang kedua. Yang pertama itu adalah yang di Pangkal Pinang. Museum Timah Indonesia Muntok ini menitikberatkan pada peleburan timah Muntok. Jadi peleburan timah. Kalau di Pangkal Pinang itu penambangan timah,” imbuhnya.
Di salah satu galeri dijelaskan bahwa sebelum perang dunia kedua meletus, logam timah dihasilkan melalui peleburan tanur tegak (Shaft Furnance) dengan arang (charcoal) sebagai reduktornya. Smelter jadul ini ada dua buah yakni di Pangkalbalam dan di Muntok dengan kisaran produksi sebesar 8000-12000 logam timah per tahun.
Pada tahun 1929, timah Indonesia tidak lagi dilebur di sini melainkan diolah di Arnhem, Belanda. Baru saat perang dunia berakhir, pengolahan timah kembali dilakukan di dalam negeri yakni di smelter Muntok, satu-satunya tempat peleburan yang direhabilitasi dengan kapasitas produksi mencapai 2000 ton logam timah per tahun.
Smelter Muntok kemudian berhenti beroperasi pada tahun 1968 dan selanjutnya pasir timah dilebur di Texas City Smelter, Arnhem dan Penang.
Di sudut lain, pengunjung bisa melihat dan mengamati ragam produk jadi yang disimpan di MTI, antara lain, koin/alat tukar pada zaman Kesultanan Palembang (Pitis Palembang), perhiasan, balok timah lintas zaman, tropi dan lain-lain.
Fakhrizal pun mengungkapkan, museum kerap dikunjungi wisatawan lokal, nasional bahkan internasional, terutama turis dari Australia.
Kata Fakhrizal, pengunjung dari Negeri Kangguru itu kerap datang ke MTI lantaran keterangan sosok Vivian Bullwinkel, seorang perawat Australia yang selamat dari perang dunia kedua terdokumentasi lengkap di museum ini.
MTI sendiri terletak di di Jalan Jenderal Sudirman, Kecamatan Muntok, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Dari Bandara Depati Amir, lokasi museum dapat dicapai dengan jarak tempuh 143 km.