Jakarta – TAMBANG. Dampak dari Kode Komite Cadangan Mineral Indonesia (KCMI) bagi perusahaan tambang sangat besar bagi kinerja keuangan suatu perusahaan. Apalagi jika dikaitkan dengan aturan (BEI) No 00100/BEI/10-2014 perihal Peraturan Nomor I-A-1 tentang Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas Selain Saham yang diterbitkan oleh Perusahaan di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara.
dari aturan tersebut, perusahaan pertambangan tentu saja bisa mencari dana segar dari hasil Initial Public Offering (IPO). Dikatakan Direktur Pembinaan Pengusahaan Batu bara Ditjen Minerba, Adhi Wibowo Aturan yang diberlakukan pada 1 November 2014 ini tentunya patut diberikan pengawasan guna menghindari investasi bodong.
Ada perusahaan yang terindikasi bodong, yaitu dengan mengajukan 6 kali perpanjangan. Padahal selama 6 kali perpanjangan yang artinya 6 tahun tersebut, harga batu bara masih tinggi.
“Nah kalau dia tidak menambang, berarti kemungkinan dia tidak punya uang, atau itu tadi, bodong,” tuturnya kepada Tambang,setelah acara workshop Perdirjen Minerba Tentang Penerapan Kode KCMI dalam Pelaporan Hasil Hasil Kegiatan Eksplorasi, Estimasi Sumber Daya & Cadangan Minerba, di Jakarta kamis (28/5).
Namun untuk tindakan pencabutan, perlu dievaluasi kembali. Pasalnya, saat ini banyak aturan yang tumpang tindih antara Pemerintah pusat dan Pemda.
Sementara itu, Competen Person Indonesia (CPI) di Indonesia sebagai pihak yang mensurvey perusahaan guna mengimplementasikan Kode Komite Cadangan Mineral Indonesia (KCMI) masih sangat kurang.
Hingga saat ini, ada sekitar 100 CPI yang ada di seluruh Indonesia. Hal tersebut sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah perusahaan tambang yang ada di Indonesia yaitu 34 KK, 73 PKP2B dan 10.653 IUP.
CPI adalah anggota Perhapi atau IAGI yang terdaftar sebagai CPI Perhapi atau IAGI berdasarkan paeraturan dari masing-masing organisasi profesi tersebut. Seorang CPI harus berpengalaman minimal 5 tahun dalam bidang yang sesuai dengan bentuk mineralisasi dan jenis cebakan yang sedang dipertimbangkan.
Sebelumnya, Mantan Dirjen Mineral dan Batu bara R. Sukhyar dalam PERATURAN DIREKTUR JENDERAL MINERALDAN BATUBARA NOMOR : 569. K/30/DJB/2015, sudah mengetok palu agar semua pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP), Kontrak Karya (KK), dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) untuk menggunakan Kode Komite Cadangan Mineral Indonesia (KCMI) 2011. Kementrian memberikan waktu paling lambat 2 tahun sejak aturan ini ditetapkan yaitu tanggal 14 April 2015.
Selain itu, perusahaan juga harus mengacu kepada Standar Nasional Indonesia (SNI) 5015 tahun 2011 mengenai Pedoman Pelaporan Sumberdaya dan Cadangan Batubara.
“Pemegang IUP, KK, dan PKP2B yang telah menysuun laporan hasil kegiatan eksplorasi, estimasi sumberdaya mineral atau batu bara harus menyesuaikan dengan ketentuan dalam peraturan Dirjen,’ Ujar R. Sukhyar dalam aturan tersebut.