Jakarta, TAMBANG – Perusahaan tambang batu bara PT Multi Harapan Utama (MHU) bakal jadi garda terdepan dalam mendukung program pemanfaatan lahan pascatambang untuk ketahanan pangan di Kalimantan Timur (Kaltim). Anak usaha MMS Group Indonesia ini, memiliki kesiapan untuk mengelola areal bekas tambang menjadi ladang pertanian.
“Kami melihat inisiatif ini sebagai peluang untuk berkontribusi lebih banyak kepada masyarakat sekitar dan mendukung ketahanan pangan di Kalimantan Timur,” kata General Manager Mining Support MHU, Wijayono Sarosa saat menyampaikan paparan pada rapat koordinasi dan sinergi perusahaan pertambangan dalam upaya pengembangan dan pemberdayaan masyarakat di Balikpapan, dikutip Jumat (30/8).
Pada kesempatan yang sama, Pj Gubernur Kaltim, Akmal Malik mengapresiasi keterlibatan perusahaan pertambangan seperti MHU yang aktif dalam mendukung program pemerintah. Pemanfaatan lahan pascatambang untuk kegiatan pertanian dapat menjadi solusi menghadapi tantangan ketahanan pangan di daerah.
“Saya telah melakukan pertemuan dengan Kepala Kepolisian Daerah Provinsi Kalimantan Timur untuk membahas tentang kegiatan pertanian di lokasi bekas tambang, dan mendapat respons yang sangat baik,” ujarnya.
“Kami berharap perusahaan tambang yang telah memiliki izin usaha dapat turut membantu pemerintah daerah dalam mengatasi isu-isu penting seperti inflasi, lahan kritis, dan ketahanan pangan,” sambung Akmal Malik.
Sebagai informasi, pada agenda yang diinisiasi oleh Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim itu, dilakukan pembentukan kembali Forum Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) Kaltim.
Kisah Sukses Membangun Lumbung Pangan
Adalah Sukirno, belum lama menjabat sebagai Kepala Desa di Loh Sumber, Loa Kulu, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Namun, semangatnya mengangkat perekonomian desa begitu tinggi.
Adalah BUMDes Sumber Purnama, salah satu lokomotif perekonomian berbasis pertanian di Loh Sumber, Loa Kulu, Kutai Kartanegara. Pertumbuhannya makin lama makin berkembang. Anggota BUMDes Sumber Purnama terdiri dari Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) di Desa Loh Sumber, yang diarahkan untuk mengadopsi model pertanian modern.
Sejak awal didirikan pada September 2020 lalu, BUMDes Sumber Purnama mendapat pendampingan dari sejumlah perusahaan di Kalimantan Timur, termasuk PT Multi Harapan Utama (MHU). Perusahaan tambang batu bara yang beroperasi di Kutai Kartanegara ini, terlibat aktif memberikan beragam pembinaan.
Menariknya, BUMDes Sumber Purnama berani menggaransikan hasil panen dari para petani. Bila petani mengalami gagal panen, maka gabahnya akan tetap dibeli.
BUMDes Sumber Purnama menggandeng sejumlah lembaga dan perusahaan untuk memberikan asuransi hasil panen kepada petani. Syaratnya bagi petani tergolong sederhana, cukup memiliki 1 hektare sawah, dan bersedia mengikuti petunjuk teknis yang dianjurkan terkait tata cara pertanian.
“Gapoktan kita ajak menandatangani MoU (Memorandum of Understanding), supaya mau mengikuti petunjuk teknis agar hasil panen bisa sesuai harapan, kemudian mereka mendapat asuransi hasil panen” ungkap Kepala Desa di Loh Sumber, Sukirno.
Berkat mengikuti anjuran itu, mulai dari cara pembibitan, pemeliharaan dan pemupukan, Gapoktan anggota BUMDes Sumber Purnama berhasil memperoleh hasil panen yang maksimal.
Selama setahun terakhir, dari sawah seluas 1,5 hektare, petani di Loh Sumber bisa menghasilkan 11 ton gabah bersih siap giling sekali panen. Jika dibandingkan dengan tempat lain, dari lahan yang sama, rata-rata hanya mampu menghasilkan 4-5 ton gabah.
Kepastian Harga Bagi Petani
Tak hanya membina petani mendapatkan hasil panen optimal, BUMDes Sumber Purnama juga berani memberikan kepastian harga gabah, mengikuti standar Dinas Pertanian Kalimantan Timur. Gabah dari petani dijamin dibeli dengan harga antara Rp 5000-5500 per kilo.
“Ketika harga gabah jatuh, bahkan sampai ke level Rp 1000 per kilo, kita akan tetap beli dengan harga Rp 5000. Namun saat harga tinggi, maksimal kita beli Rp 5500 per kilo,” beber Sukirno.
Menurutnya, patokan harga tersebut digulirkan untuk menjawab tantangan pascapanen. Sebab, setelah petani bisa melewati kendala pada fase pembibitan dan proses penanaman, hingga mendapat panen yang bagus, maka tantangan selanjutnya ialah soal ketidakpastian pasar.
“Dengan adanya patokan harga, semua pihak jadi bisa tenang, baik petani atau konsumen. Kami mencoba menciptakan keseimbangan pasar” jelas Sukirno.
Menyongsong Pertanian Modern
Untuk menunjang operasionalnya, BUMDes Sumber Purnama memiliki 1 unit mesin rice miling seharga Rp 1,2 miliar. Rice miling merupakan mesin penggilingan padi modern generasi baru, yang kompak dan mudah dioperasikan, di mana proses pengolahan gabah menjadi beras dapat dilakukan dalam satu kali proses.
Selain itu, BUMDes Sumber Purnama juga punya 4 unit alat panen padi. Dalam waktu dekat, akan datang lagi alat pengering gabah atau dryer berkapasitas 10 ton per hari.
“Kita arahkan pertanian di Loh Sumber menjadi modern. Kalau bisa nantinya kita mau penyiraman sawah dilakukan pakai drone,” jelas Sukirno.
Berkat modernisasi awal yang diterapkan, kata Sukirno, banyak anak muda di Loh Sumber yang kini mulai tertarik menggeluti pertanian.
“Setidaknya ada 7 orang anak muda, yang dulu datang ke saya minta direkomendasikan masuk perusahaan tambang. Tapi sekarang, saya tawari masuk tambang, mereka tidak mau, pilih jadi petani saja katanya,” tegas Sukirno.
Sebagai informasi, beras besutan BUMDes Sumber Purnama dipasarkan dengan merek Cap Tugu. Jangkauannya di sekitar Kutai Kartanegara. Saban bulan, penjualannya mencapai puluhan ton. Harga beras Cap Tugu dibanderol sekitar Rp 10 ribu per kilo dalam kemasan yang beragam dan menarik.
Soal kemasan dan pemasaran, PT Multi Harapan Utama jadi garda paling depan memberikan pendampingan dan pelatihan. Tujuannya, agar beras Cap Tugu dapat semakin bersaing dengan merek-merek beras premium.
BUMDes Sumber Purnama menjadi salah satu potret yang layak didorong untuk menyukseskan upaya swasembada beras, paling tidak di tingkat Kutai Kartanegara. Sebab, selama ini pasokan beras di Kalimantan Timur umumnya didatangkan dari Jawa dan Sulawesi.