Pelaku usaha di sektor industri pengolahan bahan baku mineral (smelter) kerap mengeluhkan panjangnya proses perizinan pembangunan smelter. Seharusnya, izin pembangunan smelter hanya di Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM). Namun faktanya, pelaku usaha harus meminta izin lagi kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
“Dalam proses Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kementerian ESDM, prosesnya sangat lama dan persyaratannya banyak. Padahal, izin itu hanya untuk meminta pasokan bahan baku saja, bukan untuk eksplorasi,” kata Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia, (Kadin), Natsir Mansyur.
Para pengusaha smelter berharap, pemerintah mempermudah perizinan sehingga target menciptakan nilai tambah di bahan baku tambang bisa tercapai sesuai amanat Undang-Undang Minerba. Jika pemerintah mempermudah masalah perizinan, investasi smelter akan meningkat. Hal tersebut sejalan dengan program pemerintah untuk menghentikan ekspor bahan baku mineral.
Pemerintah mestinya meningkatkan koordinasi agar masalah perizinan smelter dapat segera diselesaikan. Izin perlu dipercepat, karena investasi pembangunan smelter membutuhkan modal yang besar.
Ketika menjabat sebagai presiden, Susilo Bambang Yudhoyono sudah menyerahkan masalah perizinan pembangunan smelter kepada Kementerian Perindustrian. Seharusnya, sudah tidak ada lagi tarik ulur perizinan smelter antara Kemenperin dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Berdasarkan keputusan presiden, Kemenperin menjadi penanggung jawab perizinan pembangunan smelter.
Namun, hingga saat ini, masalah dualisme perizinan itu tetap menjadi hambatan dalam mengembangkan industri smelter. Padahal, sudah banyak investor yang berminat membangun smelter. Sejumlah investor China, misalnya, ingin membangun pabrik pengolahan pasir besi menjadi direct reduced iron (DRI) dan baja di Jawa Barat dengan investasi 1,5 miliar dollar AS atau sekitar 14 triliun rupiah untuk kapasitas produksi enam juta ton. Ada juga yang berencana membangun pabrik pemurnian alumina di Kalimantan Barat atau Riau dengan investasi 7,1 miliar dollar AS atau setara 67, 45 triliun rupiah.
Banyaknya rencana investasi pabrik pengolahan bijih mineral tersebut merupakan bagian dari keberhasilan kebijakan pemerintah yang mewajibkan para pelaku bisnis pertambangan membangun peleburan untuk mengolah bijih mineral dan tambang sebelum diekspor. Namun, izin proyek smelter yang tumpang tindih itu membuat investor bingung. Ketidaksingkronan perizinan itu bahkan bisa mengerdilkan minat investasi di sektor ini.
Hingga saat ini pun masih ada dua izin pembangunan smelter. Pertama, izin industri di Kemenperin dan kedua, izin usaha pertambangan yang dikeluarkan Kementerian ESDM. “Dua-duanya mempunyai rujukan undang-undang. Karena itu, ke depannya bagaimana menyederhanakan perizinan tersebut,” ujar Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani, saat jumpa pers bersama Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin terkait pelayanan terpadu satu pintu di Kantor BKPM, Jakarta, Selasa (16/12/2014).
Franky berjanji, pihaknya akan segera menyelesaikan masalah tersebut untuk mendorong hilirisasi dalam negeri. Menurutnya, pemerintah memang berniat menyederhanakan perizinan pembangunan industri smelter mineral. Franky menjelaskan, pihaknya akan melakukan sinkronisasi kedua perizinan itu supaya bisa lebih cepat, meski saat ini belum di bahas secara rinci.
“Soal ini sejak dulu sudah diminta diselesaikan di level Menko Perekonomian, tetapi yang saya dengar belum ada solusi yang pasti mengenai ini,” Dirjen Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian Harjanto menambahkan. Dualisme perizinan itu, kata Harjanto, menyulitkan pengusaha.
Pelaku industri meminta pemerintah segera menerbitkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Sumber Daya Industri demi memberikan kepastian bagi industri smelter. Regulasi ini bermaksud memperkuat pemberdayaan industri berbasis sumber daya alam, termasuk tambang dan mineral.
Menteri Perindustrian, Saleh Husin, mengatakan bahwa sesuai arahan Presiden Jokowi untuk pelayanan satu pintu perizinan, pihaknya berinisiatif menyerahkan wewenang perizinan yang sebelumnya dipegang Kementeriannya ke BPKM. Langkah itu untuk mempermudah investor berinvestasi di Indonesia. Semoga ke depan menjadi lebih baik