Jakarta, TAMBANG – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif menyampaikan saat ini pelaku usaha tambang bauksit serius membangun fasilitas pemurnian dan peleburan alias smelter. Hal ini imbas dari pelarangan ekspor bijih bauksit sejak 10 Juni 2023.
(Mereka sudah serius bangun smelter) Iya, kalau gak serius dikembalikan. Kita cari yang lebih serius,” ujar Arifin kepada Awak Media di Jakarta, Jumat, (4/8).
Untuk memastikan keseriusan tersebut, Arifin menyebut bahwa tim dari Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba), Kementerian ESDM sudah memantaunya langsung ke lapangan. Ini dilakukan agar pembangunan smelter benar-benar dilaksanakan tidak hanya berupa tanah lapang sebagaimana ditemui beberapa waktu lalu.
“Kita harap sekarang mulai serius. Sekarang Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara lagi di sana, lagi melihat,” imbuh Arifin.
Menurut Arifin, penghentian ekspor bauksit dan raw material mineral lain merupakan langkah tepat, sejalan dengan program unggulan pemerintah yakni hilirisasi semua barang tambang.
“Terus kalau ekspor terus kita punya apa? Barang itu kan bukan tanpa limit keberadaannya, kita simpan, tapi kita upayakan. Semua komoditas-komoditas itu akan ikut prospek kita punya pattern skin yang ada standarnya,” jelasnya.
Sejauh ini baru ada empat refinery atau fasilitas pemurnian bauksit yang sudah berproduksi di Indonesia yakni PT Indonesia Chemical Alumina milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTAM). Smelter ini mengolah bauksit menjadi Chemical Grade Alumina (CGA).
Kedua, PT Well Harvest Winning Alumina Refinery yang sudah membangun dua line dengan kapasitas 2 juta ton Smelter Grade Alumina (SGA) per tahun. Ada juga PT Bintan Alumina Indonesia (BAI) yang memproduksi SGA.
Keempat smelter tersebut memiliki kapasitas input bijih bauksit sebanyak 13,9 juta ton setahun. Sementara kapasitas outputnya sebesar 4,3 juta ton alumina setahun.
Sebetulnya pemerintah tangah menargetkan pembangunan 12 smelter bauksit. Namun 8 smelter lainnya masih dalam tahap pengerjaan sekitar 33-60 persen.