Beranda Mineral Menteri ESDM Kirim Surat Terkait Hilirisasi Mineral Ke Menko Perekonomian

Menteri ESDM Kirim Surat Terkait Hilirisasi Mineral Ke Menko Perekonomian

Jakarta-TAMBANG. Kementrian ESDM telah merampungkan rancangan Revisi Peraturan Pemerintah tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah No.23 tahun 2010 tentang pelaksanaan kegiatan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. RPP tersebut telah dijabarkan dalam Surat kepada Menko Perekonomian Darmin Nasution. Dari copian surat yang bertanggal 28 Desember 2016 dan ditandatangani Wakil Menteri ESDM Arcandra Thahar.

RPP kali ini secara khusus terkait berakhirnya relaksasi ekspor konsentrat mineral pada 11 Januari 2017. Dalam Suratnya tersebut Menteri ESDM Ignatius Jonan dan Wakil Menteri ESDM Arcandra Thahar menyampaikan beberapa point usulan terkait mekanisme izin ekspor, kewajiban divestasi saham dan ekspor produk mineral.
Rancangan dari Kementrian teknis ini memuat beberapa point penting. Pertama; Permohonan Izin Usaha Pertambangan (IUP)/Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi dapat diajukan kepada menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya paling cepat dalam jangka waktu 5 tahun dan paling lambat dalam jangka waktu 1 tahun sebelum berakhirnya jangka waktu IUP/IUPK Operasi Produksi.

Kedua, Pemegang IUP Operasi Produksi yang menjual mineral dan/atau batubara wajib berpedoman pada harga patokan yang ditetapkan oleh menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya.

Kemudian point ketiga, divestasi saham ditawarkan secara berjenjang kepada Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, BUMN, BUMD, serta badan usaha swasta nasional, dan apabila tidak terlaksana dapat dilakukan melalui penawaran umum di bursa saham Indonesia yang harganya ditentukan berdasarkan harga pasar yang wajar (fair market value) termasuk besaran persentase dan jangka waktu pelaksanaan divestasi saham.

Di point keempat Pemegang Kontrak Karya diberikan kesempatan untuk melakukan penjualan ke luar negeri hasil pengolahan dalam jumlah dan waktu tertentu dengan ketentuan mengubah statusnya menjadi IUPK Operasi Produksi.

Kemudian di point kelima disebutkan Pemegang IUP Operasi Produksi diberikan kesempatan untuk melakukan penjualan ke luar negeri hasil pengolahan dalam jumlah dan jangka waktu tertentu.

Dalam point enam ditegaskan bahwa Penjualan ke luar negeri dilakukan dengan ketentuan yakni (a), Telah atau sedang membangun fasilitas pemurnian di dalam negeri baik secara sendiri atau bekerja sama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan (b) membayar bea keluar atas hasil pengolahan yang dijual ke luar negeri sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Kemudian poit ketujuh Penjualan hasil pengolahan ke luar negeri dalam jumlah dan jangka waktu tertentu tidak berlaku bagi komoditas mineral logam nikel, bauksit, timah, emas, perak, dan kromium.

selanjutnya dipoint kedelapan ditegaskan pengenaan bea keluar digunakan untuk pembiayaan pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian oleh BUMN yang ditunjuk oleh Menteri.

Pemerintah juga diwajibkan untuk memberikan fasilitas insentif fiskal dan non fiskal dalam rangka mendukung percepatan pembangunan fasilitas pemurnian.

Selanjutnya ditegaskan pemegang IUP/IUPK Operasi Produksi wajib menjamin pasokan kebutuhan mineral logam bagi fasilitas pemurnian di dalam negeri. Dan terakhir pemegang IUP/IUPK Operasi Produksi khusus juga wajib pengolahan dan pemurnian untuk melakukan pengolahan dan pemurnian nikel kadar rendah dalam jumlah atau persentase tertentu.

Rancangan ini disusun berdasarkan hasil rapat koordinasi yang dilaksanakan di kemenko Perekonomian. Rapat koordinasi ini telah dilakukan beberapa kali dan terakhir dilaksanakan pada 22 Desember 2016