Sorowako, TAMBANG – Salah satu daya dukung produksi nikel PT. Vale Indonesia adalah keberadaan tiga Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang menyuplai listrik 365 Mega Watt (MW) ke pabrik nikel di Blok Sorowako untuk produksi 77 ribu ton matte tiap tahunnya .
Ketiga PLTA tersebut yaitu PLTA Larona dengan kapasitas 165 MW, PLTA Balambano dengan kapasitas 110 MW dan PLTA Karebbe dengan 90 MW. Ketiganya, bersumber dari tiga danau, yaitu danau Matano, danau Mahalona dan danau Towuti. Sejak sebelum PLTA dibangun, dari yang terakhir danau Towuti, air mengalir langsung ke laut. Dan air itu yang kemudian dibendung untuk diubah menjadi energi listrik bagi kepentingan produksi nikel.
Jumat (27/6) tambang.co.id berkesempatan mengunjungi lokasi PLTA Balambano, yang terletak di Desa Lambano, Kabupaten Luwu Timur. Ini adalah PLTA kedua yang dibangun Vale (dahulu INCO) pada tahun 1995 dan beroperasi tahun 1999. PLTA yang dibangun pertama adalah PLTA Larona yang beroperasi tahun 1979. Sementara PLTA Karebbe baru beroperasi tahun 2011.
Posisi PLTA Balambona juga berada di urutan kedua dari tiga PLTA tersebut. Urutannya, dari aliran tiga danau tersebut, posisi PLTA Larona berada di bagian paling atas, lalu mengalirkan air ke arah PLTA Balambano dan air mengalir ke bawah menuju PLTA Karebbe.
Saat mendatangi PLTA Balambona, Dam atau bendungan di PLTA ini dikatakan Instruktur Operasional PLTA Balambano, Sukardi Dulang, adalah Dam pertama di Indonesia yang dibangun full concrete atau Roller Compacted Concrete (CRC). Dalam bahasa lainnya, bendungan yang dibangun dengan menggunakan beton keseluruhan. Beda dengan PLTA Larona yang menggunakan Rock Fill with Concrete Face atau campuran batu, tanah dan beton.
Melintas di bendungan ini, secara kasat mata memang terlihat biasa saja. Namun di bawah injakan kaki, dilengkapi alat sensor untuk mendeteksi pergerakan beton. Bahkan ada juga sensor pendeteksi gempa, yang berada di bawah dan atas bendungan yang dinamakan Etna. Sehingga ketika terjadi pergerakan tanah, seperti kerap terjadi di wilayah ini, terakhir terjadi pada Rabu (25/4) dengan 4 scala ritcher, namun dengan ketinggian bendungan 350 meter dan skala ketahanan gempa hingga 12 scala ritcher di bendungan ini, maka tidak terasa goyangan tanah di atas bendungan.
“Karena tadi Dam kita, kalau ada goyangan itu, dia ikut, dia sliding mengikuti gincangannya sehingga Dam bisa menahan goyangan itu,” tutur Sukardi.
Suplai Listrik
Ketiga PLTA tersebut, mampu memberikan suplai listrik hingga 365 MW dengan ketersediaan air yang maksimal. Khusus PLTA Balambano yang menggerakkan dua turbin, meski bisa suplai hingga kapasitas 2 x 70 MW, namun karena air yang dipakai adalah limpahan dari PLTA Larona, maka sesuai dengan kapasitas kanal PLTA Larona sekitar 148 m3 per detik, listrik yang dihasilkan dari PLTA Balambano adalah 110 MW.
“Rata-rata suplai listrik yang diberikan ke pabrik mencapai 280-300 MW per hari dari ketiga PLTA tersebut. Hanya beban puncaknya bisa mencapai 365 MW. Dan ada 10.7 MW yang diberikan kepada masyarakat melalui PLN, naik dari sebelumnya yang hanya 8 MW,” jelas Sukardi.
Dengan kapasitas tersebut, Vale diakui Sukardi terus mencoba menjaga kebersihan danau dan bendungan agar tidak terjadi pendangkalan atau pengurangan debit air. Perawatan operasional PLTA pun dilakukan dengan sistem peralatan yang diatur dengan sistem bernama SAP.