Beranda ENERGI Energi Terbarukan Masih Bermasalah di Sektor Listrik, Cina Enggan Ikut Proyek Panas Bumi

Masih Bermasalah di Sektor Listrik, Cina Enggan Ikut Proyek Panas Bumi

Jakarta – TAMBANG. Dengan kekayaan sumber energi panas bumi, Indonesia membuka peluang bagi investor asing untuk mengembangkan sektor energi baru terbarukan ini. Namun Tiongkok yang banyak mengerjakan proyek di sektor kelistrikan Indonesia, enggan untuk terjun dalam proyek panas bumi.

 

“Cina belum ada yang minat investasi geotermal atau energi baru terbarukan. Kita belum tahu alasan kenapa mereka belum berminat. Namun, negara tersebut masih memiliki masalah di kelistrikan,” ungkap Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Rida Mulyana, di Jakarta, Minggu (26/4/2015).

 

Rida menjelaskan bahwa negeri itu kini tengah disibukkan dengan perbaikan kualitas pembangkit listrik buatannya. Itu dilakukan setelah mendapatkan desakan dari Pemerintah RI, yang menilai pembangkit listrik buatan Cina tak bekerja cukup optimal.

 

Sementara itu, Ketua Tim Pengendalian Kinerja Kementerian ESDM, Widyawan Wiratmaja mengatakan, pihak Cina telah berjanji untuk segera melakukan perbaikan terhadap kualitas listrik yang digarapnya.

 

“Sekarang jadi bagian dari pertanggungjawaban Cina. Ini dibetulkan sampai beres, supaya mereka nggak malu lah. China merasa bertanggungjawab, makanya akan kasih yang lebih bagus,” ujar Widyawan.

 

Akhir Maret lalu, dalam kunjungan kerja ke Tiongkok, persoalan tersebut menjadi salah satu keluhan yang dibawa oleh Presiden Joko Widodo. Sebagai jalan keluarnya, Pemerintah RI ingin PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) menyewakan kembali (lease back) pembangkit-pembangkit listrik yang dianggap bermasalah tersebut kepada investor asal China. Setelah diperbaiki, nantinya bisa kembali dikelola PLN.

 

Pada Proyek Percepatan 10.000 MW Tahap I dan Tahap II yang dicanangkan tahun 2006 dan 2013 silam, investor Cina ikut andil dalam memasuk teknologi pembangkit listrik. Namun ternyata, produksi listrik dari pembangkit tersebut hanya 50% dari kapasitas yang seharusnya. Angka efektifitas tersebut jauh lebih rendah bila dibandingkan pembangkit lain yang teknologinya berasal dari Jerman, Perancis, atau Amerika Serikat yang kisarannya mencapai 75%-80%.