Beranda Tambang Today Maroef Sjamsoeddin Mundur, Pekerjaan Berat Menunggu Penggantinya

Maroef Sjamsoeddin Mundur, Pekerjaan Berat Menunggu Penggantinya

Maroef Sjamsoeddin

JAKARTA, TAMBANG. HANYA dalam setahun Maroef Sjamsoeddin duduk sebagai direktur utama PT Freeport Indonesia. Maroef mengundurkan diri dari jabatannya, Senin kemarin. Ia mengirim memo kepada seluruh karyawan Freeport, menjelaskan bahwa dia mengundurkan diri dari Freeport setelah setahun memimpin perusahaan.

 

Pengunduran diri itu diterima kantor pusat. Robert Adkerson, wakil chairman  Freeport McMoran, pemegang saham utama Freeport Indonesia  dalam email kepada karyawan menjelaskan bahwa pengunduran diri Maroef dilakukan karena alasan pribadi, dan berlaku segera. Ia berterima kasih atas jasa yang diberikan Maroef.

 

Sebagai gantinya, Richard menunjuk Robert Schroeder, direktur sekaligus wakil direktur utama Freeport Indonesia untuk mmenjalankan tugas sebagai pejabat direktur utama. Proses pencarian direktur utama yang baru, tengah dimulai.

 

Robert Schroeder merupakan direktur urusan pengendalian biaya dan perencanaan perusahaan.

 

Freeport McMoran merupakan perusahaan tambang terbesar di Amerika Serikat, yang mengandalkan pemasukannya dari tambang di Papua, yang dikelola Freeport Indonesia. Lebih dari 90% produksi emasnya berasal dari Papua. Pada 2014, total penerimaan Freeport di seluruh dunia mencapai US$ 21,4 miliar.

 

Di Indonesia, Freeport tengah dalam sorotan. Dalam rangka melanjutkan operasi Freeport di Indonesia setelah masa kontrak yang berakhir pada 2021, Maroef Sjamsoeddin bertemu sejumlah petinggi negara. Di antaranya Setya Novanto, yang ketika itu masih menjadi ketua DPR. Dalam pertemuan yang direkam diam-diam oleh Maroef itu, terungkap bahwa Muhammad Riza Chalid, pengusaha yang diajak Novanto menemui Maroef, meminta saham 20% untu Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Presiden Joko Widodo.

 

Kasus permintaan saham itu kemudian dipelesetkan menjadi ‘’Papa Minta Saham’’, dan menimbulkan kegaduhan politik. Riza Chalid hingga kini masih buron. Setya Novanto sudah mundur dari posisi ketua DPR, digantikan politikus Golkar, Ade Komarudin. Dengan mundurnya Maroef dari Freeport, maka dua eksekutif yang suaranya muncul dalam rekaman ‘’Papa Minta Saham’’, yaitu Novanto dan Maroef, sudah bergeser dari posisinya.

 

Siapapun pengganti  Maroef, jumlah pekerjaan rumah sudah menantinya. Yang pertama adalah masalah perpanjangan kontrak operasi Freeport, yang berakhir pada 2021. Sesuai perundang-undangan yang berlaku, Freeport baru bisa mengurus perpanjangan itu dua tahun sebelum kontrak berakhir.

Menteri ESDM Sudirman Said dalam wawancara dengan majalah TAMBANG mengatakan, secara prinsip pihaknya akan membantu Freeport untuk memproses perpanjangan kontrak. ‘’Tetapi perpanjangan itu tidak bisa diberikan sekarang,’’ katanya. Ada sejumlah alasan untuk itu. Di antaranya, investor yang belum datang ke Indonesia saja diundang untuk datang, apalagi Freeport yang terbukti sudah lama berinvestasi di Indonesia.

 

Pekerjaan rumah berikutnya adalah divestasi saham Freeport. Sesuai peraturan, Freeport harus melepas 10,64% sahamnya, sehingga total menjadi 20% yang dikuasai pihak Indonesia. Freeport sudah menyammpaikan surat ke Pemerintah Indonesia bahwa 10,64% saham itu nilainya US$ 1,7 miliar, alias lebih dari Rp 20 triliun untuk kurs sekarang.

 

Freeport menolak untuk membuka alasan penetapan besarnya nilai itu. Namun sejumlah pihak di dalam negeri berpendapat, besarnya nilai yang ditawarkan Freeport terlalu besar.

 

Mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan, dalam blognya mengeluarkan pernyataan lebih lunak. Ia menghimbau pemerintah untuk berhati-hati dalam membuat keputusan. Bila pemerintah sudah memutuskan Freeport tidak diperpanjang, akibatnya juga berat: dari sekarang Freeport tidak akan mengeluarkan biaya perawatan fasilitas tambangnya. Akibatnya pada saat pemerintah mengambilalih tambang Freeport, harus keluar duit cukup besar untuk memulihkan kondisi tambang. Belum lagi, yang harus diwaspadai, tindakan itu bisa menimbulkan kemarahan pemerintah Amerika, yang belum diketahui sampai seberapa besar marahnya.

 

 

Bila pemerintah memutuskan untuk membeli saham yang ditawarkan Freeport, akan timbul pertanyaan: bukankah sekarang harga komoditi sedang hancur? Masih belum diketahui kapan harga komoditi yang ambruk itu akan kembali pulih. Bila pemerintah memaksakan diri untuk membeli saham Freeport yang harganya tengah terpuruk itu, harga saham yang dibeli pemerintah bisa ikut terpuruk, mengikuti saham Freeport.