Jakarta, TAMBANG – Pemerintah lewat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah menyiapkan insentif tambahan untuk perusahaan yang menjalankan program hilirisasi batu bara. Hal tersebut disampaikan Plt Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Bambang Suswantono dalam Coaltrans Asia di Nusa Dua, Badung, Bali.
Menurut dia, tambahan insentif ini meliputi tiga hal yaitu dengan pengurangan tarif royalti batu bara khusus untuk gasifikasi batu bara hingga 0%, kemudian pengaturan harga batu bara khusus untuk meningkatkan nilai tambah (gasifikasi) yang dilaksanakan di mulut tambang.
“Insentif ketiga ialah masa berlaku Izin Usaha Pertambangan batu bara yang dikhususkan pada batu bara untuk gasifikasi diberikan sesuai dengan umur ekonomis industri gasifikasi batu bara,” ucap dia dalam keterangan resmi, dikutip Kamis (28/9).
Menurutnya, Langkah tersebut sudah sejalan dengan amanat Presiden RI Joko Widodo bahwa hilirisasi industri untuk mencapai Indonesia emas pada tahun 2045. Sehingga akan memberikan nilai tambah terhadap produk-produk yang dihasilkan.
Produk dari hilirisasi batu bara biasanya digunakan untuk bahan baku industri maupun sumber energi seperti Dimethyl Ether (DME), Methanol, Synthetic Gas, Hidrogen dan Amonia. Saat ini, beberapa industri hilir batu bara telah selesai dibangun, yaitu briket batu bara, pembuatan kokas, dan upgrading batu bara
Sebagai informasi, produksi batu bara Indonesia pada tahun 2022 mencapai 687 juta ton, meningkat apabila dibandingkan dengan produksi batu bara pada tahun 2021. Produksi batu bara tahun 2022 digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sebanyak 215 juta ton, salah satunya adalah sebagai pasokan untuk kebutuhan PLTU batu bara, sedangkan sebagian dipasarkan ke luar negeri.
Meskipun produksi batu bara mengalami peningkatan, Bambang mengungkapkan bahwa sesuai skenario Peta jalan menuju Net Zero Emission (NZE), produksi batu bara akan mengalami penurunan pada tahun 2030.
“Penurunan produksi batu bara dikarenakan penurunan angka ekspor batu bara, maupun kebutuhan batu bara sebagai bahan baku pembangkit listrik, seiring meningkatnya bahan baku dari Energi Baru Terbarukan (EBT) menjadi sumber pembangkit listrik,” beber dia.