Jakarta-TAMBANG. Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas Djoko Siswanto mengungkapkan bahwa selain di bidang impor, mafia migas juga kerap bersinggungan di bidang distribusi.
“Tidak hanya impor minyak yang diduga sebagai mainan mafia, mereka ini ada juga di distribusi BBM (Bahan Bakar Minyak) bersubsidi,” ujar Djoko saat ditemui di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (10/12)
Ia menuturkan, komponen BBM subsidi ada dua yaitu harga dan volume. Di sisi harga, mafia bermain terkait impor BBM. Sementara volume ada di distribusi BBM bersubsidi. Menurutnya, hingga saat ini, Pertamina selalu melaporkan titik serah BBM subsidi hanya sampai di depot BBM. Bukan di titik serah terakhir BBM subsidi yakni di nozel SPBU. Padahal, selama ini sering ada permainan ketika mobil truk BBM dari depot tidak ke SPBU tapi lari ke tempat lain. Misalnya industri.
“Bayangkan saja. Satu mobil truk BBM isinya 10 KL (kiloliter) dia jual ke industri untung Rp 1.000/ liter saja sudah 10 juta. Sekarang disparitas harga antara solar subsidi dengan solar non subsidi itu Rp 5.000, jadi lebih bisa Rp 50 juta di 1 truk,” ungkapnya.
Padahal, lanjut Djoko, sudah ada Peraturan Presiden No 15/2012, di mana titik serah BBM subsidi ada di nozel SPBU. Namun oleh Pertamina tidak pernah dilakukan sehingga datanya tidak ada.
“Badan usaha lain seperti AKR Corporindo dan Surya Parna Niaga sudah melakukan, datanya lengkap. Tapi mereka tidak pernah ada data konsumsi rill di SPBU, hanya ada di depot BBM,” tuturnya.
Jadi, kata Djoko, walaupun pemerintah nantinya memperbaiki sistem impor BBM dan mematok besaran subsidi BBM, praktik mafia masih bisa bermain melalui volume dari distribusi.
“Semakin jebol kuota BBM subsidi, mereka justru senang. Tapi kenapa jebol dan kita minta tunjukkan data rill konsumsi BBM subsidi masyarakat di SPBU mereka tidak punya. Ini harus segera dituntaskan. Semoga direksi Pertamina yang baru bisa memperbaiki masalah ini,” paparnya.
Sementara terkait pembelian atau impor minyak dan BBM. Termasuk berapa diskon yang didapat dari Petral, Tim Repormasi meminta data terkait seperti bukti pembelian dan lain sebagainya.
“Kita minta semua data terkait pembelian atau impor BBM dan minyak mentah, mereka pasti punya dong. Beli pasti ada kuitansi atau tanda bukti lainnya, yang sebelum-sebelumnya tidak pernah mau terbuka. Kita mau lihat mereka dapat diskon berapa dan harganya berapa,” kata Djoko.
Djoko mengatakan, hasilnya akan menjadi salah satu bahan pertimbangan tim untuk mengeluarkan rekomendasi kepada Menteri ESDM. “Ini waktu kita makin mepet, akhir tahun harus sudah ada rekomendasi. Kita Rabu depan panggil direksi Pertamina dan Petral. Kita juga susun data apa saja yang kita minta,” jelasnya.