Bontang-TAMBANG – PT. Pertamina Gas (pertagas) mendorong pelaku industri tambang untuk mulai menggunakan LNG untuk kendaraan operasional (dump truck) tambang. Hal ini dilakukan sebagai dukungan penuh terhadap program pemerintah dalam konversi dan diversifikasi energi.
Dengan menggunakan LNG, perusahaan tambang dapat menghemat sekitar 10-20 persen biaya yang harus dikeluarkan untuk bahan bakar minyak.
Berbekal pengalaman di bisnis gas, melalui anak perusahaannya yakni Pertagas Niaga, Pertagas secara agresif menyasar konsumen di industri tambang.
“Kami menjual LNG untuk mengganti bahan bakar minyak bagi kendaraan operasional perusahaan tambang,” ujar Eko Agus Sardjono, Direktur Teknik dan Komersial PT Pertagas Niaga.
Kini, terobosan dalam melakukan penjualan Liquified Natural Gas (LNG) langsung ini dilakukan Pertagas Niaga guna memenuhi kebutuhan bahan bakar bagi kendaraan-kendaraan alat berat milik PT Cipta Kridatama di Sanga Sanga, Kalimantan Timur. “Pengisian pertama LNG-nya dilakukan Agustus lalu dengan total volume 1 isotank atau setara 400 MMBTU,” lanjut Eko. LNG tersebut digunakan Cipta Kridatama untuk mengisi 1 unit Caterpilar 777.
Pola penjualan LNG langsung (LNG to LNG) secara ritel ini sebetulnya telah dimulai oleh salah satu anak perusahaan Pertagas ini sejak 2 tahun lalu. “Perusahaan tambang menjadi konsumen pertama yang dibidik untuk bisnis ini,” jelas Eko. Saat itu, masih menurut Eko, Pertagas Niaga memulainya dengan Indominco tahun 2013 dan Berau Coal di 2014. “Dengan total penjualan LNG sebesar 2.050 MMBTU,” ujarnya.
Melalui konversi BBM ke LNG untuk kendaraan berat tambang ini diharapkan mampu mengurangi kebutuhan dan pemakaian solar dalam negeri yang berdampak positif terhadap meningkatnya perekonomian Indonesia.
“Potential saving program ini untuk di wilayah Kalimantan saja dapat mencapai hingga USD 770 juta setiap tahunnya,” ujar Eko di sela-sela kunjungan ke LNG Filling Station Plant 26, Bontang.
LNG Filling Station Plant 26 merupakan fasilitas pengisian LNG milik PT Pertagas yang berada di lingkungan Plant LNG PT Badak NGL, Bontang. Alokasi LNG-nya sebesar 0,02 standard cargo didapat dari Kontraktor Kontrak KerjaSama (KKKS) Mahakam yakni Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation.
Di Plant tersebut LNG dimasukkan dalam truk isotank yang kemudian mengangkut LNG untuk disalurkan ke konsumen. “Kapasitas pengisiannya 1 isotank perhari dan bisa ditingkatkan menjadi 6 isotank perhari,” ujar Eko.
Dukungan Pertagas Niaga kepada industri tambang dalam menyediakan LNG bagi kendaraan operasional diakui Yhenda Permana, direktur PT Badak NGL, sebagai suatu terobosan dalam bisnis LNG ritel. “Ini juga menjadi komitmen dan sinergi kami dari Pertamina group dalam menyukseskan program pemerintah terutama konversi energi,” ujar Yhenda.
Yendha juga berharap bisnis LNG ritel ini bisa terus dikembangkan. Apalagi ia juga optimis pihaknya mampu memenuhi kebutuhan LNG yang dikenal energi bersih dan terjangkau ini untuk mendukung ekspansi bisnis Pertagas Niaga. “Dari sisi pasokan kami siap,” ujarnya.
Ke depan, pengembangan Pertagas Niaga untuk bisnis LNG sebagai bahan bakar kendaraan tambang tidak akan berhenti sampai di sini. “Ekspansi selanjutnya akan dilakukan di daerah Kalimantan Utara dan Kalimantan Selatan. Juga pengembangan smelter di Sulawesi,” tutup Eko.
Melayani Tyre maintenance & Management