Jakarta-TAMBANG. Koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, menyambut baik diterbitkannya laporan ketiga Extractive Industries Transparency Initiative (EITI) periode 2012 – 2013. Untuk pertama kalinya sejak Indonesia ditetapkan menjadi negara pelaksana EITI (EITI Implementing Country), proses penyusunan laporan EITI mengacu pada standar EITI yang baru, yaitu EITI Standar 2013.
Maryati Abdullah, Koordinator Nasional PWYP Indonesia menyampaikan, pihaknya mengapresiasi Tim Pelaksana EITI Indonesia yang terdiri dari perwakilan Pemerintah, Swasta dan Masyarakat Sipil yang telah bekerja keras menyelesaikan laporan ini. Dengan diterbitkannya laporan ini, posisi Indonesia diharapkan kembali menyandang status “Compliant Country” dalam keanggotaannya di EITI.
Dia menambahkan, PWYP Indonesia akan terus memantau pelaksanaan tindak lanjut atas temuan dan rekomendasi laporan EITI. Tujuan akhir EITI yang mendorong perbaikan tata kelola sektor migas dan pertambangan tidak akan pernah tercapai apabila hanya berhenti pada penerbitan laporan saja.
“Jangan sampai laporan EITI ini hanya menjadi tumpukan berkas saja. Harus ada tindakan yang konkret sekaligus komitmen yang kuat dari oleh pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya,” tegas Maryati dalam keterangan persnya, Minggu kemarin (29/11).
Aryanto Nugroho, Manajer Advokasi dan Jaringan PWYP Indonesia memberikan beberapa catatan penting atas laporan EITI 2012 – 2013. Pertama, masih terdapat 10 perusahaan non operator dan 21 perusahaan minerba yang tidak patuh lapor ke EITI Indonesia. Ini bukti nyata bahwa perusahaan-perusahaan tersebut tidak transparan sekaligus tidak mendukung upaya pemerintahan Jokowi dalam melakukan perbaikan transparansi dan akuntabilitas untuk industri ekstraktif di Indonesia.
“Pemerintah harus segera melakukan evaluasi dan memberikan sanksi kepada perusahaan-perusahaan tersebut,” tuturnya.
Kedua, laporan ini juga belum secara utuh memenuhi ketentuan dalam Standar EITI 2013. Misalnya, tidak terpenuhinya Standar EITI 2013 mengatur mengenai pengungkapan daftar (register) informasi kadaster, pengungkapan kontrak dan daftar pengungkapan pemilik manfaat (benefecial ownership). “Tim Pelaksana Indonesia harus memastikan bahwa laporan EITI selanjutnya benar-benar memenuhi Standar EITI 2013,” Imbuh Aryanto.
Chitra Retna, Direktur Eksekutif Article 33 Indonesia yang menjadi Perwakilan CSO dalam Tim Pelaksana EITI Indonesia menyampaikan, penting untuk memformulasikan laporan EITI dalam bentuk per-topik isu yang mudah dibaca, dianalisa dan dipahami oleh publik, khusunya menyangkut titik-titik transparansi informasi kunci seperti zonasi wilayah pertambangan, koordinat dalam kontrak, pembayaran PNBP per daerah, agar transparansi memicu penyelesaian masalah di lapangan.
Selain itu, lanjut Chitra, sebaiknya Indonesia mulai mendorong RITI sebagai mekanisme ‘Beyond Reporting’, yaitu berfungsi sebagai semacam ‘focal point’ untuk memperkuat inisiatif transparansi ekstraktif oleh badan-badan publik. “Dengan tambahan ini, EITI yuang diwakili Tim Pelaksana (Pemerintah, Swasta dan Pengusaha) bisa secara efektif memantau dan mendorong inisiatif seperti Sistem Informasi Penerimaan Negara Bukan Pajak Online (SIMPONI), Minerba One Map Indonesia (MOMI), Modul Penerimaan Negara (MPN) maupun Rekomendasi Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Minerba KPK,” paparnya
EITI merupakan suatu standar internasional tentang pelaporan penerimaan negara dari industri ekstraktif (minyak, gas, batubara dan mineral) yang prosesnya melibatkan pemerintah, bisnis dan kelompok masyarakat sipil. EITI telah diterapkan di 46 negara di dunia termasuk Indonesia, dan telah diakui sebagai standar global untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas penerimaan negara dan pembayaran perusahaan dari industri ekstraktif. Pelaksanaan EITI di Indonesia berdasarkan pada Peraturan Presiden No. 26 tahun 2010 tentang Transparansi Pendapatan Negara dan Pendapatan Daerah Yang Diperoleh Dari Industri Ekstraktif.
Sebelumnya Dewan Internasional EITI menyatakan Indonesia menyandang status “Compliant Country” dalam Rapat Dewan Internasional EITI ke-28 pada 15 Oktober 2014 di Naypyitaw, Myanmar karena dinilai telah memenuhi ketentuan EITI Rules 2011. Akan tetapi, sejak 26 Februari 2015 status keanggotaan Indonesia dinyatakan tertahan (suspended) karena terlambat mengeluarkan laporan EITI periode 2012-2013.