Beranda CSR Lapangan Minyak Bekas PD II Jadi Tonggak Kebangkitan Migas

Lapangan Minyak Bekas PD II Jadi Tonggak Kebangkitan Migas

Repro Majalah TAMBANG edisi 89/November 2012

SEBUAH lapangan minyak yang hancur lebih akibat Perang Dunia (PD) II, punya peran istimewa dalam perjalanan Perusahaan Minyak Nasional atau PERMINA.

 

Lapangan minyak utama di Rantau, bagian utara Pangkalan Brandan, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, beberapa kali dibom tentara sekutu dalam usaha mencegah Jepang mengangkut minyak keluar negeri. Dermaganya rusak berat.

 

Sebelum dipegang PERMINA, lapangan-lapangan minyak yang hancur lebur tersebut berada di bawa pengelolaan Tambang Minyak Sumatera Utara (TMSU). Ialah yang bertanggung jawab mengaktifkan  kembali sumur-sumur minyak tersebut.

 

Pada 16 Juni 1957, di Pangkalan Brandan digelar rapat umum, dihadiri sekitar 15.000 penduduk. Mereka mendesak pemerintah pusat segera mengambil alih pengelolaan TMSU guna kepentingan negara dan rakyat.

 

Hal tersebut mendapat perhatian dari pemerintah pusat. Maka pada 22 Juli 1957, melalui SK KASAD No. Kpts/PM/072/1957, dan SK Menteri Perindustrian No.3177/M, pemerintah memutuskan menyerahkan lapangan minyak Sumatera Utara kepada Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD).

 

Seluruh saham TMSU, berdasarkan keputusan pemerintah tersebut, kini berada ditangan pemerintah pusat. Pengusahaannya diserahkan kepada KASAD. TMSU kemudian diubah menjadi PT Eksploitasi Tambang Minyak Sumatera Utara (ETMSU).

 

Pada Juni 1958, penguasa militer pusat menunjuk Komandan Detasemen X TT-II Sriwijaya, Mayor J.M. Partisina, bertugas di Pangkalan Brandan. Ia menggantikan Mayor SM Geudong.

 

Partisina lalu mengumpulkan kembali besi-besi dan alat penting lainnya, yang telah dijual oleh pemimpin TMSU untuk membangun kilang. Kolonel Ibnu Sutowo, selaku pemimpin PT ETMSU, dibantu Direktur Pembekelan Angkatan Darat, Mayor Hardjono, merehabilitasi sumur, pipa dan kilang. Pemerintah pusat, dengan anggaran serba cekak, hanya memberi subsidiRp10 juta.

 

Pekerjaan merehabilitasi kilang dan sumur di Pangkalan Brandan itu, untuk pertama kalinya memang dilakukan seadanya. Sasaran utamanya adalah memproduksi minyak secepatnya, lantas menjualnya. Dari hasil penjualan diharapkan diperoleh dana bagi pengembangan usaha selanjutnya.

 

Usaha menuai hasil. Empat bulan pertama tahun 1958, dilakukan panen minyak perdana, 1.700 ton minyak.

 

Tanggal 24 Mei 1958, hasil produksi kilang minyak bumi Pangkalan Brandan, sinlai USD30 ribu dikapalkan  melalui pelabuhan minyak  Pangkalan Susu, menggunakan kapal tanker Shozul Maru yang berukuran 3.000 dwt.

 

PT EMSU kemudian berubah nama menjadi PERMINA. Harrold Hutton dari perusahaan minyak  Orange, Los Angeles , adalah pembeli pertamanya.

 

Dari hasil ekspor perdana itu, PERMINA memutuskan untuk membeli dua buah kapal jenis Caltex Bengkalis dan Caltex Rupat, masing-masing berukuran 3.220 dwt, yang sesuai dengan kelayakan pelabuhan Pangkalan Susu.

 

Pada September 1959, PERMINA mengadakan kerja sama dengan Kobajashi Group dari Jepang, mendirikan  usaha yang diberi nama “North Sumatera Oil Development Corporation (Nosodeco)”.

 

Atas kerjasama ini, PERMINA mendapatkan bantuan kredit berupa alat-alat teknik, mesin, perlengkapan lainnya, serta jasa dari perusahaan Jepang tersebut. PERMINA memiliki kesempatan untuk mengembangan usahanya terutama di bidang ekspor dan peningkatan produksi.

 

Di penghujung tahun 1960, produksi minyak PERMINA meningkat hingga mencapai 142.375,4 kilo liter. PERMINA lalu mendirikan direktorat perkapalan. Armadanya bertambah. Pada 1960, PERMINA membeli kapal “Kinsel Maru 8”, berukuran 1.598 dwr dan mengubahnya menjadi “M.T. Permina III”.

(Sumber: Majalah TAMBANG edisi 89/2012)