Jakarta, TAMBANG – PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR) masih optimis menargetkan proyek smelter aluminium bakal rampung tahun depan. Meskipun sempat menghadapi tantangan pembatalan kesepakatan dengan perusahaan otomotif Hyundai Motors Company.
Presiden Direktur ADMR, Christian Ariano Rachmat menegaskan, saat ini Indonesia masih mengalami defisit dengan mengimpor aluminium. Sementara pada saat yang sama, sebagian besar aluminium yang beredar di pasar global diproduksi menggunakan pembangkit batu bara, terutama yang berasal dari China.
“Kita berharap proyek berjalan dengan lancar. Kalau kita lihat di seluruh dunia produksinya sedikit yang pakai hidro, kebanyakan pakai pembangkit listrik batu bara. Indonesia menjual tanah air ke luar negeri, terus dapat dolar dan dolarnya dipakai beli dari China aluminium yang dibuat dari pembangkit batu bara,” ungkap Christian saat konferensi pers di Jakarta, Selasa (14/5).
Sebelumnya, ADMR dan Hyundai meneken kesepakatan penjajakan pembelian produk aluminium dari proyek yang sedang dibangun di Kalimantan Utara. Namun, kesepakatan tersebut tidak diperpanjang lantaran Hyundai berdalih lebih tertarik pada aluminium hijau yang diproduksi dengan energi baru terbarukan seperti pembangkit tenaga air atau hidro.
Sedangkan proyek ADMR, pada tahap pertama dicanangkan bakal menggunakan energi dari pembangkit listrik batu bara. ADMR baru akan beralih ke pembangit hidro pada pengembangan proyek tahap berikutnya.
“Tidak apa-apa untuk sementara produksi kita sesuai rencana pakai pembangkit batu bara. Untuk mengurangi impor. Setelah itu berhasil, kita produksi tambahan lagi green aluminium,” tegas Christian.
Sebagai informasi, proyek smelter aluminium ADMR yang berada di bawah bendera PT Kalimantan Aluminium Industry (KAI) itu, akan memiliki total kapasitas 1,5 juta ton per tahun, yang dirampungkan dalam tiga tahap. Untuk tahap pertama, kapasitas sebesar 500 ribu ton diproyeksikan operasi komersial pada akhir 2025 mendatang, yang didukung energi dari pembangkit batu bara. Kemudian, pada tahap kedua dan ketiga masing-masing naik kapasitas sebesar 500 ribu ton, dengan dukungan energi dari pembangkit listrik tenaga air yang juga tengah dibangun.
Prospek Aluminium Masih Mengilap
Lebih detail lagi, Direktur ADMR, Wito Krisnahadi menjelaskan, jumlah produksi aluminium global yang memakai pembangkit batu bara ditaksir mencapai 75 persen bahkan hingga 80 persen. Sedangkan sisanya sekitar 25 persen diproses oleh pembangkit hidro.
Sebab, sejauh ini sumber energi yang dinilai paling andal dan dapat memasok listrik tanpa henti adalah pembangkit listrik batu bara. Lalu, pembangkit berbasis energi baru terbarukan umumnya berkarakter intermittent atau berjeda, terutama akibat pengaruh situasi dan kondisi cuaca. Sementara itu, proses pengolahan dan pemurnian alumina menjadi aluminium membutuhkan dukungan energi yang besar alias energy intensive.
“Produksi dari aluminium mayoritas 80 persen dari batu bara. Mungkin sekitar 25 persen dari hidro. Karena memang kebutuhan energinya sangat besar dan tidak boleh berhenti,” bebernya.
Secara prospek, kata Wito, permintaan aluminium diproyeksikan masih bakal mengilap. Sebab pasar global diprediksi akan mengalami kekurangan pasokan atau shortage lantaran sanksi dari Inggris dan Amerika Serikat terhadap Rusia. Di mana terdapat boikot peredaran produk metal dari perusahaan pelat merah Rusia, Rusal. Sehingga, kondisi tersebut dapat menjadi peluang bagi ADMR untuk masuk ke pasar aluminium global.
“Setelah Rusal dari Rusia itu ada larangan, mengurangi di pasar untuk alumunium, akan terjadi shortage, jadi Adaro masuk ke aluminium sangat tepat,” jelasnya.
Terlepas dari batalnya kerja sama pembelian dengan Hyundai, sambung Wito, ADMR tak kesulitan mencari calon pembeli. Saat ini, pihaknya mengantongi peluang mitra dengan tiga perusahaan perdagangan atau trader papan atas.
“Saya banyak diminta untuk jual dari beberapa pihak, saya belum bisa ngomong masih penjajakan. Tapi setidaknya ada tiga top traders besar sudah tertarik, yang dua sudah tanda tangan. Yang satu dalam proses. Dan ada beberapa end consumers yang menghubungi kami untuk meminta produk yang akan diproduksi tahun depan,” tandas Wito.