Jakarta – TAMBANG. Asosiasi Reklamasi Mineral dan Energi Indonesia (ARMI) menilai bahwa kegiatan eksploitasi kekayaan alam harus berkontribusi pada pelestarian lingkungan ke arah yang lebih baik untuk generasi selanjutnya. Hal ini sangat penting disampaikan mengingat kegiatan pasca pertambangan seringkali meninggalkan dampak negatif bagi lingkungan. Tak hanya itu, ARMI juga menilai bahwa keterlibatan kontraktor lokal dalam reklamasi areal pertambangan harus lebih ditingkatkan.
“Intinya semua kegiatan pertambangan mineral dan energi harus sesuai dengan norma serta tata kelola berkelanjutan baik sebelum, sedang dan pasca operasi. Misi kami adalah melakukan reka ulang data kualitas lingkungan di area pertambangan, tak terkecuali minerba dan kami akan upayakan agar reklamasi lingkungan di bidang pertambangan minerba 100% konten lokal,” papar Ketua ARMI, Riza Suarga.
Dia mengatakan, penggunaan kontraktor dalam negeri dapat juga meningkatkan kandungan lokal. Menurutnya, anggaran reklamasi lumayan besar, jadi jika banyak kandungan dalam negeri yang dipakai, otomatis bakal mengembangkan perekonomian lokal.
“Kandungan lokal harus lebih banyak diberdayakan. Biaya reklamasi migas di darat lebih murah berkisar US$ 500 ribu, sementara di laut itu tergantung kedalamannya rata-rata sekitar US$ 2 juta per sumur, kalau mineral lebih murah lagi,” ungkap Riza.
Dia juga mengatakan bahwa untuk mendorong penggunaan kontraktor reklamasi dalam negeri, ARMI bersama Badan Standarisiasi Nasional (BSN) akan menetapkan standar sertifikasi kontraktor.
“Kami bekerjasama dengan BSN untuk menetapkan standar sertifikasi bagi kontraktor menutup reklamasi juga kontraktor mumpuni secara kearifan lokal,” pungkasnya.
Selama ini, kata dia, perusahaan tambang dan migas Indonesia masih lebih memilih menggunakan kontraktor reklamasi asing. Padahal kontraktor reklamasi bertugas menutup lubang sumur bekas lokasi tambang dan hal tersebut dapat dilakukan oleh pihak konsultan lokal yang sudah cukup ahli.
Riza juga mengungkapkan, dana untuk kegiatan reklamasi pertambangan di pemerintah bisa mencapai triliunan Rupiah, hanya saja dalam pelaksanaan sering menemukan hambatan di lapangannya.
“Eksekutor di lapangan belum clear. Ada politisasi di tambang migas, padahal dalam undang-undang jelas, tetapi sumur-sumur ditinggalkan harus ditutup, tapi banyak operator pergi begitu saja,” jelasnya.
Riza menegaskan, pemerintah menetapkan peraturan kewajiban setoran dana jaminan reklamasi pada pengusaha tambang yang mulai berlaku Februari 2015. Aturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
“Dengan adanya peraturan tersebut membuat pengusaha pertambangan wajib mendepositokan seluruh dana jaminan reklamasi selama lima tahun ke depan,” pungkasnya.