Jakarta-TAMBANG. Sebanyak 23 kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) terjerat hutang pajak bumi dan bangunan (PBB) sebanyak Rp3,2 triliun. Namun KKKS keberatan atas tagihan itu lantaran baru melakukan kegiatan eksplorasi. Iuran itu ditagihkan oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak untuk tahun pajak 2012 dan 2013.
Dari informasi yang beredar, para kontraktor minyak dan gas (migas) itu keberatan dengan tagihan pajak tersebut karena masih ada ketidakjelasan aturan.
Direktur Jenderal Pajak, Sigit Priadi Pramudito mengaku masih meneliti tunggakan PBB tersebut. Namun ia berharap, kasus ini bisa tuntas dalam waktu dekat.
“Kami masih menunggu keputusan dari pengadilan pajak,” ujarnya kepada TAMBANG, di Jakarta, Selasa (5/6).
Ia menuturkan, jika ke-23 kontraktor itu tidak melunasi kewajibannya akan ada sanksi yang diterapkan yaitu seperti denda, penyitaan, maupun pemblokiran. “Tapi saya pikir perusahaan besar seperti mereka akan melunasi kewajibannya,” ungkap Sigit.
Direktur Eksekutif Indonesia Petroleum Assosiation (IPA), Dipnala Tamzil menyebutkan seharusnya PBB tidak diberikan kepada KKKS yang masih melakukan tahap eksplorasi. Selain itu, status KKKS selama masa eksplorasi pun belum memiliki, menguasai dan memanfaatkan bumi maupun bangunan. Terlebih, dalam tahap itu, perusahaan migas belum bisa mendapat hasil maupun keuntungan apalagi masih ada resiko kegagalan dalam memperoleh minyak dan gas bumi.
Lagi pula, menurut Dipnala, tagihan PBB yang diajukan kepada KKKS itu angkanya tidak wajar. Bahkan, nilai pajak yang ditetapkan Ditjen Pajak melebihi nilai komitmen anggaran eksplorasi (firm commitment) ditiap KKKS.
Ia menjelaskan, masalah itu muncul setelah diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 tahun 2010 tentang biaya operasi yang dapat dikembalikan dan perlakuan pajak penghasilan di bidang usaha hulu migas.
Dalam beleid itu, tarif pajak dikenakan terhadap seluruh luas wilayah kerja lepas pantai (offshore) pada 2012 sebesar Rp16.28 per meter persegi, dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang ditetapkan sebesar Rp7.996 per meter persegi. Sementara untuk 2013 ditetapkan Rp22,68 per meter persegi dengan NJOP Rp11.200.
Dikatakan Sigit, besarnya pajak tersebut lantaran perusahaan yang bersangkutan tidak melunasi iuran dalam waktu yang ditentukan. “Besarnya iuran itu kan karena mereka menunggak. Percayalah tidak akan ada perusahaan yang bangkrut karena membayar pajak,” tukasnya.
Sigit menuturkan, pihaknya telah melakukan mediasi dengan beberapa pihak. Oktober 2013, Ditjen pajak telah menggelar rapat dengan Ditjen Migas Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM). Keputusannya, KKKS diminta untuk mengajukan permohonan keberatan untuk merevisi tagihan PBB 2012 dan 2013. Namun, permohonan tersebut ditolak oleh kantor wilayah Ditjen Pajak Jakarta Khusus.
Penolakan itu membuat KKKS mengajukan permohonan pembatalan terhadap pajak tersebut ke pengadilan pajak, pada Desember lalu. Masalahnya, untuk bisa mengajukan banding, KKKS harus membayar 50% tagihan pajak tersebut terlebih dahulu. Sementara beberapa KKKS mengaku tidak memiliki dana sebesar itu.