Jakarta-TAMBANG.Salah satu capaian Direktorat Jenderal Mineral dan Batu bara sampai pertengahan tahun ini adalah kemajuan dalam pembangunan smelter oleh beberapa perusahaan. Menurut Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Bambang Gatot Ariyono sampai sekarang pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) sampai pertengahan tahun ini telah mencapai target. Dari target 4 smelter yang akan dibangun pada 2017, dua smelter telah dibangun hingga tengah tahun 2017.
Sementara terkait jumlah smelter yang saat ini sudah beroperasi, Dirjen menyebutkan saat ini tercatat 13 smelter nikel yang telah terbangun. Namun yang saat ini terhenti operasinya karena alasan keekonomian perusahaan. Ketiga smelter dimaksud adalah PT Indoferro dan PT Bintang Timur Steel di Cilegon, serta PT Cahaya Modern Metal Industri di Sulawesi Tenggara.
Dijelaskan juga bahwa ketiganya smelter tersebut berhenti beroperasi dikarenakan pengoperasian peleburan nikel dengan menggunakan teknologi Blast Furnace yang sangat dipengaruhi harga bahan baku, salah satunya adalah kokas. Seperti diektahui harga kokas, yang memiliki porsi 40% dari total biaya produksi, meningkat dari rata-rata 100 USD/ton pada tahun 2015 menjadi 200-300 USD/ton sejak akhir tahun 2016. Kenaikan inilah yang menjadi penyebab terhentinya kegiatan produksi PT Cahaya Modern Metal Industri.
Sedangkan operasi PT Indoferro dan PT Bintang Timur Steel, Dirjen menjelaskan bahwa sejak awal tidak di desain untuk memurnikan bijih nikel sehingga tingkat keekonomiannya akan berbeda dengan desain awal. PT Indoferro semula memurnikan bijih besi sedangkan PT Bintang Timur Steel semula memurnikan bijih mangan.
Seperti diketahui PT Indoferro yang memiliki kapasitas output 200.000 ton per tahun berhenti berproduksi sejak 19 Juli 2017. Sementara PT Bintang Timur Steel yang berkapasitas produksi 37.440 ton per tahun sejak commissioning pada Juli 2015 belum beroperasi secara continue.
Dalam laporan kinerja juga disampaikan saat ini ada setidaknya 10 smelter nikel yang sudah beroperasi dengan total produksi 1.468.596 ton per tahun. Sementara, 13 smelter nikel lainnya saat ini dalam tahap konstruksi dengan total kapasitas mencapai 1.853.000 ton per tahun apabila ke-13 smelter tersebut sudah berproduksi
Sementara realisasi ekspor nikel (ore) pada semester I tahun 2017 baru mencapai 403 ribu ton, dari rekomendasi ekspor sebesar 8,16 juta ton. “Ekspor ore itu diberikan untuk mengetahui dan memberikan insentif kepada yang serius membangun (smelter). Karena kalau dia tidak memenuhi progress, (rekomendasi ekspornya) dicabut. Siapa yang serius, sesuai kapasitas smelter dia akan dapat diberikan ijin ekspor,”Pungkas Bambang.