Jakarta, TAMBANG – Sektor pertambangan dikenal sebagai industri yang memiliki tingkat risiko tinggi dan bermedan ekstrem. Meskipun keterlibatan pekerja laki-laki di sektor pertambangan sejauh ini masih mendominasi, namun partisipasi perempuan terus mengalami pertumbuhan.
“Hari ini, kita bisa melihat sudah mulai muncul ke permukaan srikandi-srikandi di pertambangan. Ini penting karena kita tahu sektor pertambangan merupakan industri yang melibatkan karyawan dengan jumlah banyak dengan tingkat risiko yang tinggi.” Kata Direktur Eksekutif Asosiasi Jasa Pertambangan Indonesia (Aspindo), Bambang Tjahjono dalam diskusi bertajuk woman and human capital in mining, Kamis (31/7).
Ia menjelaskan, untuk semakin menumbuhkan peran perempuan di ranah industri, maka perlu dilakukan kerja sama dan sosialisasi ke tingkat sekolah menengah atas tentang gambaran pekerjaan di pertambangan.
“Mungkin ke depan kita para penggiat pertambangan perlu lebih mendekat ke calon-calon pekerja, seperti ke kelas 11 atau 12, bahwa tambang itu bukan sesuatu yang menakutkan, banyak pandangan kalau dunia tambang itu kasar, hanya untuk laki-laki,” tandasnya.
Pada kesempatan yang sama, Co-Founder dan Direktur Eksekutif Women in Mining Indonesia, Maya Muchlis menegaskan, keberagaman gender di dunia pendidikan sudah hampir setara. Namun, hal tersebut belum berbanding lurus bila ditarik hingga ke ranah pekerjaan, terutama di sektor pertambangan.
“Di tingkat global, pendidikan laki-laki dan perempuan hampir setara. Kalau di Asia kurang lebih sama. Di Indonesia, jumlah mahasiswa perempuan dan laki-laki yang studi di bidang science, technology, engineering, and mathematics, itu perempuan 45 persen dan laki-laki sekitar 55 persen,” ucap Maya.
Sayangnya, jika melihat data pekerja tambang di Indonesia, sambung Maya, jumlah perempuan tercatat sekitar 115 ribu dengan perbandingan jumlah laki-laki sebesar 1,2 juta.
“Persentasenya di Indonesia sekitar 9 persen hingga 10 persen. Kita masih jauh untuk mengatakan bahwa sektor pertambangan ini sudah setara,” tegasnya.
Market Leader of Mercer Indonesia, Astrid Suryapranata menambahkan, berdasarkan survei Mercer pada tahun lalu, pekerja perempuan di pertambangan lebih dominan menempati divisi-divisi penggerak, bukan mengisi divisi inti.
“Kebanyakan perempuan bekerja di job yang sifatnya enabler, seperti human resources, komunikasi, legal, dan lain-lain. Sedikit di job yang seperti drilling, construction, mining production,” ulas Astrid.
Perempuan lebih memungkinkan untuk berkarir lama di industri tambang jika didukung oleh pendamping dan mentor. Sehingga, ia dapat memperoleh kepercayaan diri yang lebih untuk berkembang.
Untuk itu, salah satu cara bagi perusahaan tambang untuk meningkatkan keberagaman yaitu dengan melaksanakan program bimbingan dan sponsor yang memasangkan perempuan di bidang pertambangan dengan para pemimpin senior yang dapat memberikan bimbingan, dukungan, dan advokasi.
“Perempuan yang bisa berkarir lama di tambang itu karena ada coaching dan sponsor. Ini seorang yang bisa memberikan advokasi,” ungkapnya.
Potret Terkini Partisipasi Perempuan Di Tambang
Upaya mendorong peningkatan keterlibatan perempuan di sektor pertambangan, dilakukan oleh PT Agincourt Resources, perusahaan tambang emas yang beroperasi di Martabe, Sumatera Utara.
Sejauh ini, jumlah partisipasi perempuan di tambang Martabe sekitar 22,3 persen dari keseluruhan tenaga kerja. Di mana terdapat puluhan perempuan yang menduduki level manajerial hingga direksi.
“Ketika kami recruitment, kami mengharapkan semua bisa mendaftarkan, kita lihat animo dan kompetensi. Kami tidak pernah mensyaratkan posisi tertentu harus laki-laki, kita benar-benar berdasarkan kemampuan. Akses yang sama bagi perempuan dan laki-laki, baik dalam promosi dan pengembangan karir,” tutur Direktur PT Agincourt Resources, Noviandri Hakim.
Untuk menunjang program kesetaraan gender, Agincourt membangun sejumlah infrastruktur pendukung. Mulai dari 5 fasilitas ruang laktasi, penambahan fasilitas khusus untuk ibadah di area kamp dan pit, pemisahahan toilet,serta sport hall.
“Selain kebijakan tertulis yang sifatnya intangible, kami juga membangun insfrastruktur, tiap gedung yang ada di site ada ruang laktasi, pemisahan toilet, itu memang sudah wajib,” bebernya.
Upaya serupa dilakukan juga oleh PT Delta Dunia Makmur Tbk, perusahaan kontraktor tambang dengan enam job site di Indonesia, yang kini ekspansi ke Australia dan baru saja mengakuisisi tambang di Amerika.
Menurut Direktur Delta Dunia, Dian Andyasuri, potret keberagaman gender di grup Perseroan tercermin dari persentase sebanyak 42 persen setingkat direktur, dan 38 persen setingkat general manager.
Namun demikian, ia mengakui untuk tingkatan di level akar rumput, angkanya masih berkembang bakal ditingkatkan. Di mana dari total karyawan 16.106 orang, sebanyak 798 orang atau 5 persen di antaranya adalah perempuan.
“Kita memiliki lebih dari 40 persen level direktur dengan berbagai usia mulai 30, 40, 50, jadi sangat beragam. Jumlah keberagaman kita cukup lumayan di kepemimpinan,” tegas Dian.
Menariknya, Delta Dunia punya program wifepreneur yaitu program yang berfokus pada pengembangan keterampilan kewirausahaan bagi para istri karyawan dan karyawan perempuan untuk meningkatkan pendapatan keluarga.
Program tersebut sudah mencetak 74 wirausahawan aktif, 8 komunitas, dan 74 merek yang terdaftar dari berbagai bidang wirausaha.
“Tujuannya untuk sama-sama berjuang mencetak pertumbuhan baik dari sisi perusahaan maupun individu. Kita ingin memperkuat istri-istri para operator kami untuk berkontribusi,” jelasnya.
Berbagai potret yang tergambar, diharapkan dapat menjadi langkah penting dalam perjalanan menuju kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan di industri pertambangan Indonesia. Dengan dukungan dari berbagai pihak, diharapkan lebih banyak perempuan yang dapat berkontribusi dan mencapai kesuksesan di sektor ini.