JAKARTA, TAMBANG. HARGA minyak rontok, hari ini, menyusul gagalnya pertemuan produsen utama minyak di Doha, ibukota Qatar, kemarin. Pertemuan itu tidak menghasilkan kesepakatan tingkat produksi yang harus dipertahankan. Gagalnya pertemuan itu membuat kredibilitas OPEC sebagai organisasi yang beranggotakan negara-negara pengekspor minyak, dipertanyakan.
Kantor berita Reuters siang ini memberitakan, ketegangan antara Saudi Arabia dan Iran diduga kuat menjadi biang atas gagalnya pertemuan penting itu. Dunia industri minyak khawatir, ketegangan politik itu akan merembet ke pertempuran di perminyakan, mendorong terjadinya perang diskon harga, demi mempertahankan pangsa pasar.
Bank Morgan Stanley dari Amerika Serikat mengatakan, peristiwa gagalnya pertemuan di Doha menunjukkan buruknya hubungan antar-negara di OPEC. ‘’Kita akan menyaksikan meningkatnya bertambahnya pasokan OPEC,’’ demikian bunyi pernyataan Morgan Stanley.
Pertemuan di Doha, Ahad lalu, semula diharapkan tinggal ketok palu. Produksi minyak direncanakan bertahan pada angka produksi Januari 2016, untuk mencegah pasokan berlimpah. Tapi kesepakatan itu buyar, karena Arab juga menuntut Iran menandatangani kesepakatan –sesuatu yang ditolak Iran.
Di luar masalah minyak, Iran dan Arab memang bertikai cukup seru. Saudi Arabia adalah penganut Islam Sunni, sedang Iran menganut Syiah. Arab dan Iran saat ini tengah bertarung memperebutkan pengaruh di Timur Tengah, kawasan yang tak pernah henti dilands konflik.
Ketika tahun lalu terjadi tragedi haji, Iran menuntut agar pengelola haji, yakni Pemerintah Saudi Arabia, bertanggungjawab. Iran menuntut agar penyelenggaraan ibadah haji dievaluasi. Jamaah haji asal Iran memang yang terbanyak menjadi korban. Tuntutan Iran itu menimbulkan ketegangan dyngan Saudi Arabia.
Siang ini, harga minyak Brent jatuh 6%, sebelum akhirnya kembali ke harga $41,31 per barel pada jam 11.00 tadi. West Texas turun 4,6% menadi $38,50.
Saudi Arabia dan Rusia saat ini menggenjot sumur minyaknya hingga mendekati batas maksimum. Iran merupakan satu-satunya anggota OPEC yang tidak hadir di Doha. Saudi Arabia, yang saat ini menghasilkan lebih dari 10 juta barel minyak, merupakan pemimpin de fakto OPEC. Saudi Arabia mendesak agar 13 anggota OPEC ikut bagian dalam pembekuan produksi. Namun Iran sejak awal menolak.
Bila harga minyak terus turun, para produsen minyak, termasuk Amerika Serikat, akan menderita. Minyak di Amerika dihasilkan dengan biaya tinggi, sehingga ketika harga minyak di bawah US$ 40 per barel, mereka akan kelabakan.
Perusahaan swasta penghasil minyak dag-dig-dug menunggu langkah Arab selanjutnya. Arab sudah melontarkan ancaman, bila sampai pertemuan gagal, akan menambah jumlah produksi minyaknya.
Lembaga perbankan termuka dari Inggris, Barclays, kepada para kliennya emngatakan, ‘’Gagalnya pertemuan itu menunjukkan adanya perang politik antara Iran dan Saudi Arabia. Tak mungkin tercapai persetujuan di antara mereka.’’
‘’Gagalnya pertemuan juga menunjukkan wibawa OPEC dalam mengendalikan pasar sudah lewat. OPEC juga sudah tidak mampu lagi mengendalikan anggotanya,’’ demikian pernyataan Barclays.