Jakarta-TAMBANG- Kesepakatan antara Pemerintah dan PT Freeport Indonesia seperti diumumkan kemarin oleh beberapa pihak dinilai belum menguntungkan Indonesia. Pengamat Hukum Pertambangan Ahmad Redi melah menyebut poin-point dalam kesepakatan tersebut mengandung masalah.
“Disetujuinya poin kesepakatan melalui perundingan antara PTFI dan pemerintah, sesungguhnya tidak memberikan keuntungan bagi Pemerintah Indonesia. Hal ini karena, poin-poin kesepakatan perundingan mengandung masalah,” tulisnya dalam pesan singkat yang diterima Majalah TAMBANG.
Salah satu yang disorot pengajar hokum pertambangan di salah satu Universitas di Jakarta Barat ini terkait pemberian IUPK kepada Freeport yang tidak sesuai dengan UU Minerba. “Jika mengacu pada regulasi tersebut, IUPK diberikan melalui penetapan Wilayah Pencadangan Negara yang harus disetujui DPR. IUPK pun diprioritaskan diberikan kepada BUMN,”katanya lagi.
Sementara terkait pembangunan smelter yang menjadi kewajiban lama Freeport Indonesia yang selama ini tidak kunjung ditepati. Perusahaan asal Amerika Serikat itu kerap berjanji akan membangun smelter, namun hingga saat ini tidak terealisasi.
Redi juga menilai pembelian saham divestasi di masa akan berakhirnya kontrak karya merupakan kebijakan yang sesungguhnya merugikan bagi Indonesia, karena tanpa membeli saham divestasi pun, pada 2021 atau setelah kontrak karya berakhir, maka wilayah bekas PT Freeport Indonesia menjadi milik Pemerintah Indonesia.
Bahkan menurutnya dalam kontrak karya perpanjangan tahun 1991 sudah ada kewajiban divestasi saham PT Freeport Indonesia yang harusnya terjadi pada 2011. Namun, faktanya hingga saat ini kewajiban divestasi 51 persen ini tidak juga direalisasikan PT Freeport Indonesia.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Pemerintah dan PT Freeport Indonesia telah mencapatai kesepakatan final terkait kegiatan operasi penambangan di Indonesia. “Dengan berbagai upaya semaksimal yang bisa kami lakukan, dan dengan kerja sama yang baik. Jadi semua instansi pemerintah, dicapai beberapa hal, walaupun ini tidak mudah ya,” demikian ungkap Jonan dalam konfrensi pers.
Terkait dengan penerimaan negara,Pemerintah belum bisa merinci. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Menurutnya, operasi PT Freeport Indonesia ke depan akan menghasilkan penerimaan perpajakan yang lebih baik dari kontrak karya. “Saya tidak akan menyampaikan hari ini persentasenya, masih akan dihitung. Tapi, operasi Freeport di Indonesia akan menghasilkan penerimaan negara yang lebih baik melalui pajak maupun PNBP, dan perpajakan lainnya. Untuk penerimaan pajak, misalnya ada pajak pusat dan penerimaan pajak daerah, dan penerimaan bukan pajak dalam bentuk royalti,” ujarnya.
Setidaknya ada tiga kesepakatan yang sudah tercapai yakni kewajiban melakukan divestasi 51%, kesediaan membangun smelter yang ditargetkan selesai pada Januari 2022 dan sepakat menjaga penerimaan negara menjadi lebih besar dibanding ketika masih di masa kontrak karya.
Namun harus diakui bahwa ini masih sangat awal dan butuh upaya yang lebih besar lagi agar kesepakatan ini tidak hanya terjadi di atas kertas.