Jakarta,TAMBANG,-Kementerian ESDM menegaskan akan menghormati setiap proses penegakan hukum yang dijalankan sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Pernyataan resmi ini disampaikan menyusul adanya penggeledahan di Kantor Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Kementerian ESDM oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia. Langkah ini merupakan bagian upaya mengumpulkan data dan dokumen yang diperlukan.
“Kementerian ESDM menghormati apa yang dilakukan oleh Aparat Hukum dan siap untuk bekerja sama dengan mengedepankan asas praduga tak bersalah,”ungkap Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Chrisnawan Anditya .
Sebagaimana diketahui, Senin (10/2) Kejaksaan Agung (Kejagung) menggeledah kantor Direktorat Jenderal Minyak dan Gas (Migas) Kementerian ESDM di Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan. Penggeledahan itu terkait dugaan tindak pidana korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), sub-holding dan kontraktor kontrak kerja sama pada periode 2018-2023.
Dalam keterangannya pada media, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar dijelaskan penggeledahan berlangsung sejak pagi hingga hingga jelang malam di tiga ruangan Ditjen Migas. Ketiga ruangan tersebut adalah ruang Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas, Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas, serta Sekretaris Direktorat Jenderal Migas.
“Dalam penggeledahan terhadap ketiga ruangan tersebut, penyidik pada Direktorat Penyidikan Jampisus telah menemukan barang-barang berupa lima dus dokumen, kemudian ada barang bukti elektronik berupa HP sebanyak 15 unit dan ada satu unit laptop dan empat soft file,” terang Harli.
Harli juga menjelaskan bahwa kasus ini bermula pada 2018 seiring dengan diterbitkannya Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018 tentang prioritas pemanfaatan minyak bumi untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Dalam aturan tersebut PT Pertamina melalui PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) wajib mengutamakan minyak mentah hasil produksi dalam negeri untuk kemudian diolah di kilang perusahaan sebelum melakukan impor. Aturan ini juga berlaku untuk KKKS swasta yang wajib menawarkan bagian minyak mentahnya kepada PT KPI sebelum melakukan ekspor.
Jika penawaran ditolak Pertamina, maka perusahaan swasta boleh mengajukan rekomendasi ekspor. Dalam praktiknya, Kejagung menduga adanya upaya PT KPI dan KKKS swasta menghindari kesepakatan jual beli minyak mentah tersebut. Kejagung menilai langkah menghindari kesepakatan ini telah merugikan negara karena akhirnya negara harus mengimpor minyak untuk pemenuhan kebutuhan kilang.