Jakarta-TAMBANG. Kementerian ESDM merilis pernyataan yang menunjukkan adanya restu dari pemerintah kepada PT Freeport Indonesia untuk melanjutkan kontrak pertambangan pasca 2021. Tak pelak pernyataan itu mendapatkan kritikan dari berbagai kalangan termasuk Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya, Rizal Ramli yang menuding Menteri ESDM, Sudirman Said mudah luluh dengan rayuan Freeport Indonesia.
Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara mengatakan keputusan Sudirman Said yang cenderung memberikan pintu bagi perpanjangan kontrak Freeport bukanlah keputusan pribadi. Menurutnya Sudirman hanyalah salah satu subjek dalam proses renegosiasi kontrak Freeport.
“Tidak mungkin Menteri Sudirman berani mengambil keputusan yang sangat penting dan strategis seperti kontrak tambang Freeport tanpa lebih dulu mndapat approval dari pemimpin tertinggi negara,” kata Marwan dalam siaran persnya, Selasa (13/10).
Indikasi bahwa keputusan Sudirman Said sudah mendapatkan persetujuan presiden lantaran tidak adanya peringatan atau koreksi dari kepala negara terhadap menterinya. Marwan mengatakan saat ini yang dicapai baru kesepakatan prinsip dan masih menunggu perubahan UU atau PP agar kesepakatan tersebut berlaku efektif dalam bentuk IUP.
Freeport dikabarkan tidak hanya bernegosiasi dengan wakil resmi pemerintah (KESDM), tetapi juga dengan unsur negara yg bisa saja berada di luar KESDM dengan posisi lebih tinggi. Marwan mencurigai adanya rekayasa kebijakan dan pengambilan keputusan.
Ia sendiri setuju harus ada solusi atas rencana investasi Freeport sebesar US$ 17.3 miliar untuk pengembangan underground mining dan smelter yang membutuhkan perpanjangan kontrak. Tapi caranya harus berdaulat dan tetap menjaga martabat bangsa. “Itu sebabnya perlu lebih dulu penerbitan Perppu dan PP, sambil memperoleh jaminan bahwa sejak 2021-2025, Indonesia menjadi pemegang saham mayoritas di Freeport,” ujarnya.
Terkait saham daerah (Papua & Papua Barat), pemerintah harus berperan kuat utk mengontrol. Jangan biarkan Pemda berjalan sendiri karena akan menjadi objek Freeport dan investor asing/swasta, dan suara kita terpecah, sehingga tidak terlalu berperan mengontrol jalannya korporasi.
Pemerintah harus membentuk Konsorsium Nasional yang terdiri dari Pemerintah+BUMN+BUMD untuk memiliki dan menjankan peran pemilikan saham dan penguasaan negara di Freeport. “Jangan pernah membiarkan Freeport melakukan IPO di bursa saham Indonesia (BEI)!” serunya.
IRESS mengharapkan Presiden Jokowi menghentikan sandiwara kisruh kontrak Freeport. Jangan sampai tambang emas, perak dan tembaga di Timika tergadai dan digadai untuk kepentingan politik, perburuan rente dan dlm rangka meraih dukungan asing. Presiden Jokowi harus menjamin suara pemerintah adalah satu.
Di bawah Presiden Jokowi, Kabinet Kerja harus solid dan bersatu menghadapi kontraktor asing, dan anggota kabinet harus menghentikan saling gugat dan kecam di ranah publik. Marwan menegaskan bahwa lembaganya,IRESS tidak anti asing dan investor asing. Tapi IRESS ingin sebagai negara pemilik SDA tambang, Indonesia mendapat porsi yang layak sesuai konstitusi dan ikut berperan mengendalikan jalannya korporasi tambang Freeport.