Jakarta-TAMBANG. Pemerintah akhirnya memutuskan untuk menunda kebijakan kenaikan royalti bagi Izin Usaha Pertambangan (IUP) Batu bara. Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Mineral dan Batu bara, Kementrian ESDM, Bambang Gatot Aryono. “Pemerintah memutuskan untuk menunda kenaikan royalti bagi IUP batu bara, “kata Dirjen Minerba Bambang Gatot Aryono lewat pesan singkat.
Bahkan menurut Bambang sampai saat ini pihaknya belum menyampaikan usulan tersebut ke Kementrian Keuangan. “Usulan belum disampaikan ke Kementrian Keuangan tetapi sudah dibahas dalam rapat,”terang Bambang.
Keputusan penundaan ini menurut Bambang diambil setelah mempertimbangkan kondisi harga batu bara saat ini yang terus melemah. “Alasan penundaan karena kondisi harga batu bara yang masih melemah, kondisi ekonomi global yang belum membaik yang bisa mengakibatkan perusahaan tambang tutup sehingga banyak PHK dan juga berimbas pada penerimaan negara,”kata Bambang.
Seperti komoditi tambang lainnya yang melemah, harga batu bara saat ini juga dalam tren menurun. Harga Acuan Batu bara (HBA) untuk bulan Juli ditetapkan di angka US$59,15 per ton. Ini sebenarnya melanjutkan tren penurunan di bulan sebelumnya. Di bulan Juni HBA ditetapkan di angka US$59,59 per ton. Padahal pada awal tahun ini, HBA masih di level US$63,84 per ton. Dan jika dilihat dalam lima tahun terakhir, HBA bulan ini merupakan yang terendah dan telah mengalami penurunan lebih dari 50%. Bandingkan saja pada Juli 2011, HBA masih diangka US$118,24 per ton.
Waskito Tanuwijoyo, General Manager Exploration PT Bhakti Coal Resources menyambut baik kebijakan ini. “Setidaknya dengan berita ini perusahaan tambang untuk sementara agak lega dan tidak dibayang-bayangi tambahan pengeluaran,”ungkap Waskito. Karena menurutnya salah satu tantangan sektor batu bara ke depan datangnya dari rencana Pemerintah menaikan royalty IUP batu bara.
Meski sekarang ini lega menurut Waskito bukan berarti masalahnya selesai. Saat ini bahkan dalam beberapa tahun mendatang jika harga batu bara masih stagnan perusahaan tambang melakukan efisiensi di hampir semua lini. Bahkan sudah ada yang mengurangi karyawan dan mengurangi striping ratio. Namun yang tidak tahan dengan kerugian akan memutuskan menghentikan operasi.
“Dampak lain jika masih bertahan berproduksi, terpaksa menurunkan SR yang berarti batubara yang terambil makin berkurang. Efek berikutnya cadangan tertambang menjadi tidak optimal, akhirnya negara rugi karena cadangan tertambang menyusut,”terang Waskito.
Menurutnya saat ini perusahaan batu bara sedang berjuang keras untuk bisa bertahan. Sementara proyeksinya dalam beberapa tahun ke depan dengan selesainya banyak PLTU, kebutuhan domestik batu bara akan meningkat. “Jika produsen banyak yang tutup maka akan menjadi hambatan bagi pemenuhan kebutuhan domestik di masa yang datang,”kata Waskito.