Jakarta-TAMBANG. Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rasio Ridho Sani mengatakan pihaknya tengah melakukan investigasi terkait penyebaran merkuri ilegal yang kerap diguankan penambang emas skala kecil dalam proses amalgamasi.
Dari data yang ada, impor merkuri bisa mencapai 600 kilogram per tahun, sementara yang ilegal angkanya menembus 200 kilogram per tahun. “Kami sedang melakukan investigasi dari mana merkuri itu berasal. Kami harap ini bisa dikendalikan supaya perambahan kawasan pun akan berkurang,” ungkapnya kepada TAMBANG di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, Senin (6/7).
Untuk memaksimalkan kegiatan investigasi tersebut, pria yang akrab disapa Rio itu mengaku pihaknya bekerjasama dengan sebuah lembaga non pemerintah dari luar negeri. Namun sayangnya ia masih segan untuk menyebut nama lembaga tersebut. “Kami kerjasama dengan NGO luar negeri untuk monitoring pergerakan merkuri ilegal,” jelasnya.
Rio menuturkan, saat ini Indonesia masih menjadi salah satu negara yang menjadi terget peredaran merkuri. Tidak aneh, katanya jika para penambang emas itu masih kerap menggunakan merkuri untuk memisahkan emas dengan bebatuan. “Selain murah juga mudah di dapat, di indonesia banyak tambang emas kecil dan itu menyebar di beberapa daerah,” ujarnya.
Penggunaan air raksa (merkuri) dalam proses amalgamasi masih kerap digunakan oleh para penambang emas skala kecil padahal penggunaan merkuri di negara maju sudah tidak diperbolehkan. Larangan ini mengacu pada efek dari penggunaan merkuri tersebut terhadap kesehatan dan perusakan lingkungan.
Harga serta kemudahan mendapatkannya ini yang kerap kali menjadi pilihan para penambang emas tradisional.