Jakarta-TAMBANG. Kementerian Pertanian memiliki tugas lain selain mewujudkan kedaulatan pangan untuk masyarakat Indonesia. Sebagai salah satu Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), saat ini Kementan juga turut andil dalam mendukung kedaulatan energi.
Dalam Rancangan Rencana Umum Energi Nasional (R-RUEN) 2016-2050 yang saat sedang dalam tahap penyelesaian akhir oleh Dewan Energi Nasional, Kementan menjadi koordinator dalam menyusun roadmap jenis tanaman dan penyiapan bibit tanaman bahan baku Bahan Bakar Nabati dengan memprioritaskan jenis tanaman di luar jenis tanaman pangan prioritas.
Mendukung hal tersebut, Kementan mendorong beberapa kebijakan jangka pendek dan jangka menengah untuk pengembangan BBN (biofuel). Dalam jangka pendek pengembangan BBN, baik biodiesel maupun bioethanol, berasal dari produk yang sudah eksisting, yaitu CPO crude palm oil) utk biodiesel maupun tebu dan ubi kayu untuk bioethanol.
Staf Ahli Menteri Pertanian bidang Inovasi dan Teknologi Pertanian, Mat Syukur, menyampaikan biofuel termasuk dalam energi terbarukan selain mikrohidro, angin dan surya. Keseluruhan energi baru terbarukan tersebut ditargetkan minimal mencapai 23% dalam bauran energi (energy mix) pada tahun 2025 selain minyak bumi, gas dan batubara.
“Sesuai tugas, Kita (Kementan) akan berkoordinasi dengan Kementerian/Lembaga lain dalam menyusun roadmap jenis tanaman untuk prioritas bahan baku bahan bakar nabati,” ujar Mat Syukur, selaku Wakil Tetap Kementan pada DEN, usai menghadiri Sidang Dewan Energi Nasional di Kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Rabu (4/5).
Dalam jangka pendek, pengembangan BBN memfokuskan pada pengembangan komoditas minyak sawit yang menghasilkan crude palm oil (CPO) yang menjadi sumber utama biodiesel. Hal ini untuk mencapai target mandatory penggunaan biodiesel 20% atau B20 pada tahun 2016 maupun B30 pada tahun 2020. Saat ini, produksi CPO mencukupi untuk memenuhi target mandatory produksi biodiesel tersebut. Untuk tahun 2016, perkiraan produksi CPO mencapai sekitar 33 juta ton. Dari keseluruhan produksi tersebut, sebanyak 6-7 juta ton CPO ditargetkan untuk produksi biodiesel.
Kementan juga akan terus melakukan penelitian untuk menciptakan varietas unggul kelapa sawit untuk peningkatan produktivias dan kadar minyak yang tinggi dan efisien serta dapat dikembangkan di lahan sub optimal. Kementan juga akan mengembangkan tanaman penghasil BBN yang tidak bersaing dengan kebutuhan pangan, misalnya Kemiri Sunan. Pada umur 8 tahun, komoditas ini dapat memproduksi biji 15 ton atau setara 6–8 ton biodiesel per hektar setiap tahunnya. Hanya saja, perlu dukungan kebijakan dalam hal kepastian harga beli biodiesel.
Untuk penyediaan bahan baku bahan bakar nabati dalam jangka panjang, Kementan juga mendorong pemanfaatan biomassa limbah pertanian (generasi kedua). Limbah pertanian yang dapat dimanfaatkan untuk produksi bioenergi, diantaranya adalah cangkang kelapa sawit, jerami padi, jagung dan limbah pertanian lainnya. Pemanfaatan ini mendukung pelaksanaan pertanian berkelanjutan.
Mat Syukur menilai keberhasilan pengembangan BBN tidak saja berdampak kepada kemandirian energi nasional, tetapi dapat memberikan implikasi kepada penyediaan lapangan kerja di pedesaan, tumbuh dan berkembangnya perekonomian masyarakat desa. Pengembangan BBN juga dapat mengurangi emisi gas karbondioksida (CO2) dan dapat mengurangi urbanisasi masyarakat desa ke kota. Oleh karena itu, pengembangan BBN ini juga akan melibatkan banyak pemangku kepentingan yang harus bersinergi dan saling mendukung secara konsisten dalam jangka panjang.
memang sudah saatnya kita mulai mengembangkan bahan bakar biofuel selain mengandalkan minyak bumi supaya tidak terlalu terpengaruh sama harga minyak dunia.