Jakarta, TAMBANG – Kementerian Perhubungan (Kemenhub) gencar melakukan normalisasi pada truk yang memiliki ukuran muatan berlebih atau Over Dimension Over Loading (ODOL). Ketentuan dimensi bak truk dibatasi maksimal setinggi satu meter. Rencananya, kebijakan ini akan diperluas hingga ke sektor tambang.
Saat menghadiri ajang pameran kendaraan komersial di Jakarta, Kamis (5/3), Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub, Budi Setyadi melakukan sosialisasi kebijakan tersebut dengan secara simbolis memotong bak truk yang memiliki dimensi berlebih.
“Tadi kita sudah melakukan pemotongan kembali. Pemerintah serius melaksanakan kebijakan Over Dimension Over Loading. Kenapa kita memilih dump truck, karena dump truck rata-rata dimensi 1,7 meter, seharusnya satu meter,” bebernya.
Sebelumnya, kebijakan tersebut diterapkan untuk mengurangi tingkat kecelakaan lalu lintas akibat truk obesitas yang belakang marak terjadi. Kemudian, pemberlakuannya hendak diperluas ke sektor logistik darat di seluruh jenis komoditas, termasuk angkutan komoditas tambang.
“Dump truck banyak yang melanggar dimensi. Sektor tambang (akan diterapkan) bersamaan,” tuturnya.
Dalam implementasi kebijakan ODOL, Pemerintah memberi pengecualian sementara bagi beberapa jenis komoditas, di antaranya angkutan semen, baja, kaca lembaran, beton ringan, air minum kemasan, pulp dan kertas, serta keramik. Tenggat penundaan ODOL bagi industri ini dipatok maksimal hingga Januari 2023.
“Saya akan undang semua asosiasi yang minta tolerasi. Saya minta mereka membuat rencana sampai tahun 2023 apa yang mau dilakukan, apa mungkin investasi apa normalisasi. Jangan kemudian minta tapi sampai tahun 2023 tidak ada pergerakan,” ucapnya.
Di sudut berbeda, Direktur Eksekutif Asosiasi Jasa Pertambangan Indonesia (Aspindo), Bambang Tjahjono mengatakan, pihaknya belum mendengar soal kebijakan ODOL yang hendak diperluas ke sektor tambang itu. Menurutnya, jika kebijakan tersebut diberlakukan, maka akan berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ), di mana angkutan tambang ditentukan tinggi maksimal 4,2 meter dengan berat beban terhadap gandar maksimal 10 ton.
“Kalau pembatasan tinggi bak angkutan cuma satu meter, tidak akan mencapai kapasitas maksimal yang diijinkan. Menurut saya, Dirjen Perhubungan Darat melampaui wewenangnya dan melanggar UU LLAJ, karena di pertambangan wewenang (Kementerian) ESDM,” jelas Bambang.
Lebih lanjut, Bambang mengimbau agar perluasan kebijakan ODOL ke sektor tambang perlu dipertimbangkan kembali. Sebab, nantinya akan menciptakan masalah tumpang tindih regulasi.
“Seharusnya ingat batasan wewenangnya masing-masing agar regulasi yang muncul tidak menjadi masalah dan jadi obyek gugatan ke Mahkamah Agung atau Mahkamah Konstitusi,” pungkasnya.