Jakarta – TAMBANG. Kebutuhan baja kasar (crude steel) dalam 10 tahun ke depan naik hampir dua kali lipat menjadi 19,12 juta ton. Sehingga industri besi baja nasional membutuhkan investasi sebesar US$14 miliar hingga 2025 untuk membangun fasilitas smelter industri besi baja dengan total kapasitas 14 juta ton.
“Untuk memenuhi permintaan tersebut, dibutuhkan investasi bagi pembangunan smelter baru dengan nilai total US$14 miliar,” kata Kepala Sub Direktorat Industri Logam Non-Fero Kemenperin, Andi Rizaldi, di Jakarta, Senin (26/1).
Peningkatan kapasitas produksi besi baja ini rencananya akan dilakukan secara bertahap. Pada 2015, pabrik milik PT Krakatau Posco direncanakan mulai berproduksi dengan kapasitas 3 juta ton crude steel. Selain itu, akan ada peningkatan kapasitas produksi dari pabrik milik PT Krakatau Steel sebesar 1 juta ton crude steel. Dua tambahan ini akan meningkatkan kapasitas produksi domestik menjadi 10,84 juta ton.
Kemudian pada 2020, akan ada penambahan kapasitas sebesar 4 juta ton. Tambahan kapasitas ini berasal dari perluasan pabrik Krakatau Posco tahap II sebesar 3 juta ton dan pengolahan produk yang dihasilkan PT Jogja Magasa Iron mencapai 1 juta ton.
“Pada 2025, ditargetkan tambahan produksi 6 juta ton untuk memenuhi kebutuhan crude steel yang diperkirakan mencapai 19,12 juta ton,” ujarnya.
Andi menambahkan, pihaknya meminta produsen besi baja untuk mengoptimalkan penggunaan bahan baku dalam negeri untuk memenuhi permintaan baja di pasar dalam negeri. Setidaknya, dibutuhkan bahan baku bijih besi sebanyak 250 juta ton dan pasir besi sebesar 110 juta ton untuk memenuhi permintaan produk besi baja pada 2025.
“Sementara itu, total kebutuhan energi untuk membangun fasilitas smelter industri besi baja dengan total kapasitas 14 juta ton pada 2025 sebesar 1.174 megawatt,” tuturnya.