Singgih Widagdo *
International Energy Agency (IEA) telah mendefinisikan ketahanan energi sebagai ketersediaan sumber energi yang tidak terputus dengan harga yang terjangkau. Demikian juga, World Energy Council mempertegas, keamanan energi sebagai indikator keefektifan manajemen pasokan energi primer dari sumber domestik maupun eksternal, reliability infrastruktur energi, dan kemampuan perusahaan energi ( termasuk tambang) dalam memenuhi permintaan saat ini dan masa mendatang.
Badan Legislasi (Baleg) DPR RI resmi menyepakati perubahan keempat Undang-Undang No.4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba). Revisi UU Minerba sebagai usulan inisiatif DPR. Dalam ruang publik, revisi UU Minerba dinilai dibuat sangat tergesa-gesa, lebih untuk mengamankan pemberian prioritas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) bagi perguruan tinggi dan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) bagi organisasi keagamaan. Sebaliknya, upaya mengamanka pasokan batubara nasional untuk keandalan kelistrikan nasional, sama sekali belum tertuang dalam revisi UU Minerba, termasuk naskah akademisnya.
Untuk menjaga kualitas kelistikan nasional, kepentingan memasukkan ketahanan pasokan batubara dalam UU Minerba, sebagai langkah memperkuat swasembada energi yang menjadi salah satu dari 17 Program Prioritas Pemerintahan Prabowo-Gibran. Untuk mencapai swasembada energi dalam bidang kelistrikan, keamanan pasokan batubara nasional dalam Revisi UU Minerba perlu lebih dipertegas. Keamanan pasokan batubara nasional, bukan sebatas didasarkan kondisi cadangan batubara nasional, namun juga harus dilihat bagaimana kondisi industri pertambangan nasional, resiko batubara sebagai eksportir terbesar batubara dunia, kebutuhan batubara PLN dan IPP (volume dan kualitas batubara), Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang segera akan difinalkan perpresnya, termasuk rencana Pemerintah memberikan mandatori bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) perpanjangan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).
Berikut catatan IMEF untuk memperkuat pasokan batubara nasional dalam Revisi UU Minerba.
- SUMBER DAYA DAN CADANGAN BATUBARA INDONESIA
Badan Geologi ESDM (2023) dalam laporan Neraca Sumber Daya dan Cadangan Mineral dan Batubara Indonesia 2023 (data terakhir) mencatat bahwa sumber daya batubara sebesar 97.30 milyar ton dan cadangan sebesar 31.71 milyar ton. Sumber daya dan cadangan hasil dari perhitungan database 1.656 lokasi di 29 propinsi, 59 PKP2B, 6 IUPK, 938 IUP status terdaftar, 495 IUP tidak terdaftar, 158 lokasi penyelidikan Pusat Sumber Daya Mineral, Batubara dan Panas Bumi (PSDMBP).
Dari data besarnya cadangan dan kualitas batubara, jelas sangat berisiko bagi PLN yang diberi tanggung jawab untuk mengelola kelistrikan nasional, dimana PLTU Batubara masih tetap akan dibutuhkan sampai 2060 (dimana dari tahun 2040 diperkuat dengan CCUS).
Besarnya cadangan sebatas 31.71 milyar ton, bahkan bisa jadi jauh lebih kecil mengingat kondisi pelaku pertambangan batubara di Indonesia jumlahnya sampai ratusan dan sebatas tersebar di Kalimantan dan Sumatra. Dengan melakukan evaluasi cadangan lebih detail khususnya terkait kondisi biaya penambangan, kondisi stripping ratio, kedalaman tambang, jarak angkutan darat (hauling road) ke coal stockpile pelabuhan akhir, transportasi sungai sampai transhipment point vessel, bisa jadi cadangan ke seluruhan jauh lebih kecil dari neraca cadangan 2023.
Dari besarnya cadangan, khususnya kualitas batubara, PLN akan menghadapi kondisi yang cukup sulit dalam 5 (lima) atau10 (sepuluh) tahun ke depan. Dampak terhadap operasi PLTU Batubara, dipastikan akan menyulitkan PLN. Bahkan bagi PLN yang sebagian besar PLTU Batubara menyerap batubara kualitas di atas 4.200 kcal/kg, tentu akan dihadapkan resiko kekurangan batubara, termasuk resiko pada Capacity Factor (CF) PLTU Batubara. Jelas, sisi keuangan sangat merugikan PLN, belum lagi dihitung tambahan biaya pemeliharaan perawatan dimana PLTU harus membakar batubara di luar spesifikasi design boilernya.
Dengan target RKAB 3 (tiga) tahun ke depan sampai 2026, dan target produksi batubara ESDM di 2025 sebesar 735 juta ton, dapat diproyeksikan rasio produksi nasional bisa jadi sebatas mencapai 15 tahun sampai 20 tahun. Apalagi realisasi produksi batubara nasional selalu lebih tinggi dari target yang diberikan Kementerian ESDM (data Modi ESDM). Tahun 2024, realisasi produksi batubara nasional naik menjadi sebesar 834 juta ton, atau 117 % dari 710 juta ton target Kementerian ESDM.

Dengan kondisi cadangan batubara saat ini (volume dan kualitas batubara), seharusnya UU Minerba hasil revisi harus memastikan jaminan volume dan kualitas batubara bagi kepentingan kelistrikan umum. Setelah menjadi amanah UU Minerba, seterusnya dapat diperkuat dengan detail dalam Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Menteri.
Saat ini, ketahanan lebih ditekankan sebatas pada sisi produksi (volume) dan pemasaran. Dalam UU Minerba No.3 Tahun 2020, Pasal 6 sebatas memperkuat sisi jaminan produksi dan pemanfaatan serta pasar batubara. Ini yang semestinya menjadi alasan agar Revisi UU Minerba memasukkan tambahan pada sisi kualitas batubara. Mengingat, industri pertambangan batubara bukan saja meletakkan target operasi pada sisi produksi saja, namun juga arah permintaan pasar terhadap kualitas batubara. Sebaliknya mayoritas PLTU Batubara yang ada di Indonesia, khususnya yang dimiliki PLN, telah terkunci dengan kualitas pada design boilernya. Termasuk tuntutan Kebijakan Energi Nasional (KEN) 2025, dimana draft yang dibuat oleh Dewan Energi Nasional (DEN) telah mendekati final, mempertegas PLTU Batubara tetap dibutuhkan dalam Bauran Energi sampai 2060.

USULAN
Atas kondisi tersebut dan khususnya arah pembaruan kebijakan energi nasional, dimana salah satunya melakukan optimalisasi pemanfaatan sumber daya energi dalam negeri (indigenous resources) untuk meminimunkan impor energi dan sumber energi, maka sangat jelas dalam revisi UU Minerba di Pasal 6, hak penguasaan Pemerintah harus diperkuat dengan memasukkan narasi kualitas batubara.
Pasal 6 UU Minerba No.3 Tahun 2020, Pemerintah Pusat Dalam Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara, berwenang.
- Menetapkan Rencana Pengelolaan Mineral dan Batubara Nasional
- Menetapkan Kebijakan Mineral dan Batubara Nasional
- Menetapkan Kebijakan Produksi, Pemasaran, Pemanfaatan dan Konservasi.
Menambahkan menjadi:
- Menetapkan Kebijakan Pemanfaatan Batubara di Dalam Negeri melalui penetapan produksi, penugasan, volume batubara dan kualitas batubara.
Selain itu dalam Revisi UU Minerba di pasal 31 A, yang berbunyi :
Pasal 31A
- Penetapan WIUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dilakukan setelah memenuhi kriteria:
- pemanfaatan ruang dan kawasan untuk kegiatan Usaha Pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- ketahanan cadangan;
- kemampuan produksi nasional; dan/ atau
- pemenuhan kebutuhan dalam negeri.
Menambahkan menjadi :
- ketahanan cadangan volume produksi dan kualitas batubara.
- kemampuan produksi nasional dan kualitas batubara; dan/ atau
- pemenuhan kebutuhan dalam negeri dari sisi volume dan kualitas batubara.
Di luar tambahan narasi kualitas, dalam Revisi UU Minerba khususnya untuk memperkuat pasokan batubara nasional sampai 2060, seharusnya memasukkan perihal:
- Kebijakan Produksi yang dikaitkan dengan pembatasan ekspor.
- Kebijakan merealisasikan Dana Ketahanan Mineral dan Batubara, yang telah tertuang dalam UU, namun tidak direalisasikan.
- Konservasi cadangan batubara, khususnya Wilayah Cadangan Negara (WPN) yang awalnya diambil dari reliquish PKP2B, namun saat ini diperuntukkan untuk ormas keagamaan.
- INDONESIA SEBAGAI EKSPORTIR BATUBARA TERBESAR DUNIA.
Untuk memperkuat pasokan batubara nasional, khusususnya bagi PT. PLN (Persero), DPR perlu memasukkan target penurunan produksi dan ekspor batubara Indonesia. Harus diakui, jika DPR tidak memasukkan target penurunan produksi dan ekspor batubara, maka menjadi sangat membahayakan bagi kelangsungan keamanan pasokan batubara bagi kepentingan kelistrikan umum dan industri.
Harus diakui, jumlah pelaku usaha pertambangan berjumlah ratusan, bahkan dalam UU Minerba memberikan jaminan bagi pemegang IUP Eksplorasi medapatkan Jaminan IUP Produksi. Jika kontrol produksi dan ekspor tidak dilakukan, dipastikan akan memperkecil rasio produksi batubara nasional. Mengingat Pemerintah masih membutuhkan pendapatan negara, namun ke depan, prioritas pemanfaatan batubara sebaiknya lebih didorong sebagai energi dibanding sebatas sebagai komoditas perdagangan.
Dari sisi pasar batubara, proyeksi lima tahun ke depan, tidak ada alasan fundamental kembali yang akan mampu mengangkat harga batubara di pasar global. Bahkan, sekitar 54 % ekspor batubara Indonesia, ditujukan ke China dan India yang justru memiliki cadangan jauh lebih besar dibandingkan Indonesia. China memiliki cadangan sebesar 143,27 miliar ton dan India sebesar 111,05 miliar ton.
Tanpa mempertegas pengendalian ekspor, khususnya batubara dengan kualitas yag dibutuhkan bagi kelistrikan nasional, maka dapat dipastikan tidak sampai 10 tahun kondisi kelistrikan nasional (khususnya PLN) akan menghadapi kesulitan dalam mengamankan pasokan. Bukan saja sisi volume yang dibutuhkan, dipastikan kualitas yang dibutuhkan jauh di bawah design boiler. Dan saat ini Pemerintah mencoba menahan produksi batubara nasional limitasi maksimal di 400 juta ton/tahun.
Pelajaran bagaimana tidak mudahnya Pemerintah (ESDM) melakukan kontrol terhadap laju kenaikkan produksi batubara nasional. Peraturan Presiden No.22 Tahun 2017, yang berupaya membatasi produksi batubara di 2019 pada level 400 juta ton, tidak juga memberikan hasil. Bahkan produksi nasional yang oleh Pemerintah diupayakan maksimal pada level 700 juta ton, ternyata justru meningkat terus. Dan terbukti sampai saat ini, dimana produksi batubara nasional mencapai 834 juta ton.
Langkah DPR melakukan upaya menurunkan produksi semestinya menjadi lebih mudah setelah seluruh izin pertambangan batubara ditarik kembali ke Pemerintah Pusat. Dengan mengurangi produksi dan khususnya kualitas yang akan dimanfaatkan bagi kepentingan kebutuhan kelistrikan nasional, justru harga batubara di pasar global akan dapat naik kembali. Melalui kontrol produksi, bukan saja akan menaikkan harga batubara, namun bagi pemilik IUP/IUPK dapat mempersiapkan mining plan sampai pada level produksi yang telah ditentukan pemerintah. Menjadi sangat beresiko bagi pelaku penambangan batubara, jika penurunan produksi justru terjadi dengan cepat tanpa perencanaan dalam mining plan.
Dalam grafik terlihat harga batubara terus menurun dan diproyeksikan sulit untuk meningkat kembali akibat China dan India yang akan berupaya menaikkan produksi nasional, sekaligus juga terus memperbesar energi baru terbarukan dalam kepentingan memenuhi komitmen target transisi energi. Arah sebagai eksportir terbesar dunia harus direvisi, mengingat kepentingan jangka panjang Pemerintah dalam mengelola PLTU Batubara bagi kepentingan ekonomi nasional, khususnya kelistrikan nasional.
HARGA BATUBARA ACUAN

PETA PASAR BATUBARA GLOBAL
USULAN
- Dalam Revisi UU Minerba harus mempertegas pembatasan ekspor untuk kualitas yang dibutuhkan oleh Kelistrikan Nasional sampai di 2060.
- Dalam UU harus mempertegas kewenangan Pemerintah untuk melakukan kontrol produksi dengan mempertimbangkan kebutuhan volume dan kualitas batubara bagi kelistrikan umum.
- PENGALIHAN SEMENTARA BATUBARA MANDATORI NILAI TAMBAH KE DMO
Dalam Draft Revisi UU Minerba Pasal 169 A, berbunyi sbb:
(4) Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk komoditas tambang Batubara wajib melaksanakan kegiatan Pengembangan dan/atau Pemanfaatan Batubara di dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian untuk komoditas tambang Batubara yang telah melaksanakan kewajiban Pengembangan dan/atau Pemanfaatan Batubara secara terintegrasi di dalam negeri sesuai rencana pengembangan seluruh wilayah perjanjian yang disetujui Menteri diberikan perpanjangan selama 10 (sepuluh) tahun setiap kali perpanjangan setelah memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Sejauh sampai saat ini, mandatori untuk melakukan kegiatan pengembangan dan/atau pemanfaatan batubara bagi IUPK perpanjangan PKP2B dapat dikatakan belum berjalan sama sekali. Hampir semua pemegang IUPK memberikan jawaban sama, yaitu masih dalam proses feasilibilty study (FS).
Pada awalnya, Pemerintah memerintahkan bagi IUPK perpanjangan PKP2B dalam kewajiban nilai tambah, lebih memprioritaskan membuat dimethyl ether (DME). Permintaan Pemerintah ini didasari atas kondisi terkurasnya devisa akibat impor LPG yang diproyeksikan terus meningkat. Langkah melakukan substitusi LPG, Pemerintah menargetkan produksi DME dapat diperoleh atas mandatori IUPK perpanjangan PKP2B. Sejauh ini pemegang IUPK Perpanjangan PKP2B adalah :
NO | PERUSAHAAN | BERAKHIR | PERPANJANGAN |
1 | PT. Tanito Harum | 14 Januari 2019 | 29 Desember 2023 |
2 | PT. Arutmin Indonesia | 01 November 2020 | 02 November 2020 |
3 | PT. Kaltim Prima Coal | 31 Desember 2021 | 31 Desember 2021 |
4 | PT. Multi Harapan Utama | 01 April 2022 | 01 April 2022 |
5 | PT. Adaro Indonesia | 01 Oktober 2022 | 13 September 2022 |
6 | PT. Kideco Jaya Agung | 13 Maret 2023 | 16 Desember 2022 |
7 | PT. Berau Coal | 26 April 2025 |
Target DME oleh IUPK Perpanjangan PKP2B
Bahkan dalam UU Cipta telah diperkuat dengan memberikan royalti 0 (nol) persen untuk batubara yang akan dimanfaatkan IUPK dalam proyek nilai tambah. Dalam UU Cipta Kerja tertulis :
UU Cipta Kerja, Bab II Pasal 3
(1) Pemegang izin usaha pertambangan operasi produksi, IUPK operasi produksi dan IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian untuk komoditas batubara yang melakukan kegiatan Peningkatan Nila Tambah Batubara di dalam neger dapat diberikan perlakuan tertentu berupa pengenaan royalti sebesar 0% (nol persen.
(2) Perlakuan tertentu berupa pengenaan royalti sebesar 0% (nol persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan mempertimbangkan kemandirian energi dan pemenuhan kebutuhan bahan baku industri.
(3) Perlakuan tertentu berupa pengenaan royalti sebesar 0% (nol persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan terhadap volume batubara yang digunakan dalam kegiatan Peningkatan Nilai Tambah Batubara.
USULAN
Harus diakui, meskipun telah diamanahkan sebagai mandatory, ternyata bukan hal yang mudah bagi mining industry masuk ke chemical industry. Bukan saja sisi teknologi, Sumber Daya Manusia (SDM), namun juga kondisi pendanaan saat ini. Termasuk penilaian oleh lenders dalam konteks hubungannya produksi DME dengan sisi negatif atas pertambangan batubara.
PTBA bahkanyang telah mendapatkan proyek DME sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN), telah mempersiapkan cadangan batubara khusus DME, kawasan ekonomi untuk DME telah disiapkan, termasuk Presiden Jokowi langsung melakukan ground breaking dan komunikasi langsung dengan CEO Air Products di Washington DC (12 Mei 2022), tetap saja Air Products mundur dari Proyek DME di Indonesia. PT.TB Bukit Asam, PT. Arutmin Indonesia dan PT. Kaltim Prima Coal, akhirnya menunda proyek DME dan metanolnya.
Dari sisi volume batubara dan kualitas batubara yang telah dipersiapkan oleh PTBA, Arutmin Indonesia dan KPC, berjumlah sekitar 18 juta ton, dan jika ditambah PT.Adaro akan berkisar sekitar 24 juta ton. PT. Kideco lebih berkonsentrasi untuk gas underground sehingga potensi volume batubara yang dapat dialihkan untuk kelistrikan umum tidak dapat dilakukan. Dengan potensi 24 juta ton batubara hasil mandatori yang terlambat, dan apalagi diperhitungkan sejak ijin diberikan, maka PLN dapat menambah pengganti batubara dari komitmen pemegang IUPK. Dan mandatory untuk menjadi amanah pemegang IUPK perpanjangan dari PKP2B.
Draft Revisi UU Minerba Pasal 169 A, sebaiknya menambahkan menjadi :
(4) Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat untuk komoditas tambang Batubara wajib melaksanakan kegiatan Pengembangan dan/atau Pemanfaatan Batubara di dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian untuk komoditas tambang Batubara yang telah melaksanakan kewajiban Pengembangan dan/atau Pemanfaatan Batubara secara terintegrasi di dalam negeri sesuai rencana pengembangan seluruh wilayah perjanjian yang disetujui Menteri diberikan perpanjangan selama 10 (sepuluh) tahun setiap kali perpanjangan setelah memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
(6) Keterlambatan dalam melaksanakan kewajiban Pengembangan dan/atau Pemanfaatan Batubara, maka volume yang semestinya dimanfaakan untuk pengembangan dan/atau pemanfaatan batubara, sementara dialihkan bagi kepentingan Domestik Market Obligation (DMO) Kelistrikan Nasional, sampai proyek pengembangan dan/atau pemanfaatan mulai beroperasi
*Ketua Indonesian Mining & Energi Forum (IMEF)