Jakarta, TAMBANG – Maraknya penambangan timah yang dilakukan oleh masyarakat berdampak pada rusaknya sumber daya dan cadangan timah aluvial darat di wilayah konsesi PT Timah Tbk. Aktivitas tambang rakyat itu, meninggalkan bekas-bekas cadangan yang tersebar dan tidak beraturan. Sehingga, cebakan timah tidak dapat ditambang lagi menggunakan metode tambang semprot hisap atau borehole mining, baik ditinjau dari aspek dimensi maupun keekonomian.
Menurut Head of Division of Strategic Management and Business Development PT Timah Tbk, Ichwan Azwardi, kondisi demikian menyebabkan bekas-bekas cadangan timah jadi turun derajat, yang semula berstatus sebagai cadangan terpaksa diklasifikasikan kembali sebagai sumber daya. Selain itu, juga mengakibatkan penyusutan jumlah cadangan timah yang ada. Jika dibiarkan, maka dipastikan dapat merugikan PT Timah Tbk.
Lewat disertasinya, Ichwan mengupas soal jurus baru untuk meningkatan status bekas cadangan timah aluvial darat tersebut menjadi cadangan. Pria kelahiran Medan yang berkarir di PT Timah Tbk sejak tahun 1997 ini, baru saja menuntaskan studi doktor di bidang teknik pertambangan Intitut Teknologi Bandung (ITB).
Ichwan menulis disertasi dengan judul “Peningkatan Status Bekas Cadangan Timah Aluvial Darat Menjadi Cadangan dengan Cara Penambangan Borehole dan Evaluasi Geostatistika Sisa Hasil Pengolahan Timah Menjadi Sumber Daya Studi Kasus Wilayah Bangka-Belitung”.
Kata Ichwan, selama periode tahun 2011-2016, PT Timah Tbk mengalami penurunan produksi yang cukup signifikan. Perusahaan menggulirkan berbagai program untuk mengatasinya, termasuk menampung bijih timah dari sisa hasil pengolahan oleh masyarakat. Upaya tersebut berhasil, pada periode tahun 2017-2019, PT Timah Tbk mampu menorehkan kembali peningkatan produksi.
“Namun, keberhasilan itu memunculkan permasalahan baru. Terjadi ketidakseimbangan neraca timah antara jumlah produksi dengan sumber daya dan cadangan yang secara resmi dinyatakan berdasarkan standar pelaporan,” kata Ichwan saat ditemui selepas sidang terbuka di Bandung, Selasa (13/9).
Standar laporan yang dimaksud, ialah laporan Joint Ore Reserves Committee (JORC) dan Kode Komite Cadangan Mineral Indonesia (KCMI). Adapun JORC merupakan panduan hasil eksplorasi yang dibuat oleh para pakar di Australia. Sedangkan KCMI adalah panduan yang dibuat organisasi profesi di Indonesia.
Puncak ketidakseimbangan neraca timah terjadi pada tahun 2019, sambung Ichwan, produksi timah yang berasal dari produksi darat mengalami peningkatan yang signifikan, tapi melebihi jumlah cadangan timah pada tahun yang sama.
Sebaran Cebakan Bekas Tambang Rakyat
Berdasarkan data PT Timah Tbk, terdapat lubang galian bekas penambangan darat oleh masyarakat di konsesi PT Timah Tbk seluas 78 ribu hektare, pada periode tahun 2000-2019. Bila diestimasikan, luasan tersebut mengandung sumber daya bijih timah sebesar 2 juta ton.
Tambang rakyat umumnya hanya mampu mencatatkan recovery setengahnya. Sehingga dapat diketahui dari estimasi tersebut, masih terdapat sekitar 1 juta ton sumber daya bijih timah yang terbuang sebagai material sisa hasil pengolahan, bukan dalam bentuk insitu endapan geologi. Jumlah ini tidak bisa dianggap sepele.
“Berangkat dari latar belakang tersebut, saya melakukan penelitian untuk mencari penyebab dari permasalahan yang ada, lalu mengusulkan solusi agar neraca timah dapat disesuaikan. Obyek penelitian yang dianalisis adalah pada bekas cadangan timah aluvial darat yang tersebar secara setempat-setempat dalam bentuk yang tidak beraturan, yang merupakan bekas tambang rakyat,” beber Ichwan.
Adapun faktor pengubah (modifying factor) yang digunakan Ichwan untuk mengubah klasifikasi bekas cadangan timah aluvial darat dari sumber daya menjadi cadangan, ialah cara penambangan semprot hisap.
“Saya menganalisis kondisi sisa hasil pengolahan yang terindikasi sebagai penyebab dari ketidaksesuaian neraca timah,” sambungnya.
Menambang Ulang dengan Borehole Mining
Hasil penelitian Ichwan menemukan bahwa penambangan semprot hisap dapat diaplikasikan untuk bekas cadangan timah aluvial darat, yang berbentuk tidak beraturan dan tersebar itu.
Ichwan membuat ulang desain alat penambangan semprot hisap hingga melakukan pabrikasi alat. Kemudian, Ichwan menguji coba untuk memastikan alat tersebut dapat berfungsi sesuai dengan standar.
“Uji coba terdiri dari uji kecepatan semprot, tekanan semprot, panjang semprot horizontal, lifting capacity, dan perbandingan solid dalam slurry,” ujar Ichwan.
Dalam kondisi tertentu, bekas cadangan timah aluvial darat bisa kembali menjadi cadangan. Taksirannya mencapai luasan hingga 59 persen sampai 69 persen, dengan volume mencapai 48 persen sampai 67 persen, dan dengan jumlah timah mencapai 49 persen sampai 73 persen.
“Terdapat potensi peningkatan cadangan bijih timah aluvial darat dengan volume sebesar 146 juta meter kubik sampai dengan 204 juta meter kubik. Lalu, terdapat potensi jumlah timah sebesar 20 ribu ton sampai dengan 30 ribu ton. Angka ini tergolong besar, jika ditambang tentu akan mengerek produksi PT Timah Tbk,” jelasnya.
Lebih lanjut, untuk endapan sisa hasil pengolahan timah dari penambangan yang dilakukan oleh masyarakat, dapat diklasifikasikan sebagai sumber daya dengan taksiran jumlah timah mencapai 1 juta ton.
“Dari hasil penelitian ini, butuh tindak lanjut dengan melakukan kembali penambangan semprot hisap pada bekas cadangan untuk mengubah klasifikasi dari sumber daya menjadi cadangan timah aluvial darat, melakukan eksplorasi pengembangan untuk berburu sumber daya dan cadangan yang karakternya setempat-setempat, dan melakukan eksplorasi kembali pada endapan sisa hasil pengolahan tambang rakyat,” tegas Ichwan.
Lewat penelitian dan uji coba yang digarap Ichwan selama tiga tahun ini, PT Timah Tbk punya peluang mengembalikan cadangan yang hilang akibat ulah tambang rakyat yang serampangan.