Jakarta-TAMBANG. Organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Anti Mafia Tambang meminta Presiden Joko Widodo untuk blusukan ke tambang di 13 provinsi. Blusukan itu dinilai penting karena ada potensi korupsi dan kerusakan alam akibat bisnis tambang tersebut.
Menurut Koalisi Anti Mafia Tambang, sejak 2010-2013 terdapat potensi besar kehilangan penerimaan negara dari sektor tambang di 13 provinsi tersebut. Potensi itu muncul lantaran izin usaha pertambangan bermasalah mencapai Rp 4 triliun, kemudian dari iuran tetap atau land rent mencapai Rp 931 miliar, serta kekurangan bayar royalti 4.725 izin usaha pertambangan (IUP) sebesar Rp 3,1 triliun.
“Kami minta Jokowi lakukan blusukan tambang untuk melihat langsung dampak kerusakan lingkungan. Karena proses pertambangan. Kami bosan karena air kami tercemar debu bertebangan. Kami ingin Jokowi melihat itu,” ujar Merah Johansyah, Jatam Kaltim, Selasa (9/12).
Kalimantan pun menjadi provinsi yang berpotensi kehilangan penerimaan negara terbesar dari iuran tetap sebesar Rp 574,9 miliar. Lalu kekurangan royalti diperkirakan mencapai Rp 2,3 triliun. Selain itu, menurut Merah, paling banyak terjadi kerusakan alam dan lingkungan akibat pertambangan juga terjadi di Kalimantan. Pertambangan di provinsi ini dilakukan di lahan konservasi.
Padahal 60% lahan konservasi di Indonesia ada di Kalimantan. Menurut Merah, letak pertambangan dengan lingkungan masyarakat sangat berdekatan sehingga berbahaya bagi warga sekitar.
“Kami ingin mendorong pemerintah mencabut ini. Tidak hanya kehilangan keuangan negara tapi juga merusak alam dan warga. Ada 8 anak meninggal karena jarak tambang dengan desa hanya 50 meter. Tapi pemerintah setempat tidak menghiraukan itu. Hingga saat ini kasus meninggalnya 8 anak itu pun belum diusut oleh ESDM,” ujar Merah.
Sementara itu, juru bicara MPM PP Muhammadiyah Budi Nugroho mengatakan berdasarkan temuan koalisi ada sejumlah permasalahan dalam pemberian IUP yang mengarah kepada indikasi korupsi. 42 persen pemegang IUP di 13 provinsi, ada sebanyak 3.063 IUP non Clean and Clear dari total 7.376 IUP di 13 provinsi. Budi menegaskan, fakta membuktikan buruknya tata kelola sistem perizinan pertambangan di Indonesia.
“Pemerintah wajib optimalkan tambang demi kepentingan negara. Sumber daya alam harus diberikan kepentingan rakyat. Jika tidak maka tunggu saatnya saja. Kerusakan semakin menjadi-jadi. Kami berharap rekomendasi yang tengah dibuat dapat di sampaikan Presiden yang akan hadir di Yogyakarta peringati hari KPK,” ujar Budi.