Beranda CSR Jejak Nuklir di Semenanjung Muria

Jejak Nuklir di Semenanjung Muria

Repro Majalah TAMBANG Edisi 92/Februari 2013

SEMENANJUNG Muria, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, pada 1975 diputuskan menjadi kawasan rencana pengembangan energi nuklir di Indonesia. 

 

Daratan yang menjorok ke laut pantai utara ini , dinilai ideal untuk berdirinya Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) pertama di Indonesia. Potensi terjadinya gempa bumi kecil. Gunung Muria di semenanjung tersebut juga sudah tidak aktif.

 

Ide membangun PLTN dimulai pada tahun 1956, dalam bentuk pernyataan dan seminar-seminar yang diselenggarakan beberapa universitas di Bandung dan Yogyakarta.

 

Ide yang sudah mengkristal baru muncul pada tahun 1972, bersamaan dengan dibentuknya Komisi Persiapan Pembangunan PLTN (KP2PLTN), oleh Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) bersama Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik (Departemen PUTL).

 

Sebanyak 14 tempat di Jawa, diusulkan menjadi lokasi PLTN. Melalui beberapa studi, akhirnya diputuskan Semenanjung  Muria sebagai lokasi terbaik. Dengan  bantuan pemerintah Italia, pada 1978 dilaksanakan studi kelayakan pertama di Semenanjung Muria.

 

Pada 1985, bersama International Atomic Energy Agency (IAEA), pemerintah Amerika Serikat melalui perusahaan Bechtel International, perusahaan SOFRATOME dari Prancis, dan pemerintah Italia melalui perusahaan CESEN, maka megaproyek di semenanjung Muria dievaluasi ulang. juga dilakukan pembaharuan studi tentang kelayakan pembangunan PLTN.

 

Pemerintah Indonesia melalui Badan Koordinasi Energi Nasional (BAKOREN) pada tahun 1989, pun segera menindaklanjuti dengan melakukan studi kelayakan  yang komprehensif, termasuk investigasi secara mendalam tentang calon tapak PLTN.

 

Pada Agustus 1991, Menteri Keuangan Republik Indonesia dengan Perusahaan Konsultasi NEWJEC Inc, menandatangani kontrak kerja sama guna pembangunan PLTN . Sebagian besar kontrak kerja berupa pekerjaan teknis tentang penelitian, pemilihan dan evaluasi tapak. Jangka waktunya 4,5 tahun.

Hasil penelitian mendapatkan tiga calon tapak. Dinilai, yang terbaik adalah tapak PLN di Ujung Lemahabang. Tapak tersebut dievaluasi ulang guna memenuhi standar internasional. Studi kelayakan itu berlangsung pada periode 1995 hingga Mei 1996.

 

Studi itu juga menemukan hasil lain yang penting, yaitu bahwa PLTN jenis air ringan dengan kapasitas antara 500 sampai dengan 900 MWe dapat dibangun di Semenanjung Muria. Rencana operasinya sekitar tahun 2004, untuk mendukung sistem kelistrikan Jawa-Bali.

 

Namun pada 1998, proyek pembangunan PLTN di Semenanjung Muria ini gagal dilanjutkan. Indonesia dirundung krisis moneter dan politik. Walaupun kini perekonomian Indonesia mengalami pertumbuhan, namun hinga kini tapak-tapak rancangan pembangunan PLTN tersebut hanya menjadi kenangan belaka.

(Sumber: Majalah Tambang No. 92/Februari 2013)