Beranda Tambang Today Izin Tambang Ormas Keagamaan Bakal Digarap Kontraktor

Izin Tambang Ormas Keagamaan Bakal Digarap Kontraktor

Muhammadiyah tambang
Ilustrasi: Salah satu site tambang batu bara PT Arutmin Indonesia di Kalimantan Selatan. Dok: Rian.

Jakarta, TAMBANG – Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang diberikan kepada Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Keagamaan lewat badan usahanya bakal digarap kontraktor. Hal tersebut disampaikan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia.

“Bila perlu kita carikan orang yang kontraktornya berpengalaman yang tidak punya masalah dan bisa menjalankan ini. Saya yakin orang Indonesia yang kontraktor yang baik-baik banyak kok,” ujar Bahlil dalam Konferensi Pers di Gedung Kementerian Investasi, Jakarta, Jumat (7/6).

Kriteria kontraktor yang bakal digandeng untuk mengelola tambang Ormas Keagamaan ini adalah kontraktor yang tidak memiliki konflik kepentingan. Termasuk tidak punya relasi dengan pemegang konsesi sebelumnya.

“Nanti kita cari formulasi kontraktor yang mengerjakan itu adalah kontraktor yang betul-betul profesional dan tidak boleh ada conflict of interest dengan pemegang izin PKP2B sebelumnya. Jadi tidak ada moral hazard di sini dan transparan,” ungkap Bahlil.

Di industri pertambangan, imbuh Bahlil, pemegang IUP menjalin kemitraan dengan kontraktor merupakan hal yang wajar. Menurut dia, kebanyakan pemegang konsesi menyerahkan operasional pertambangannya kepada kontraktor, bahkan Freeport Indonesia sekalipun.

“Freeport saja ada kontraktornya. Pemegang-pemegang IUP ini sebagian dikerjakan oleh kontraktor. Tugas pemerintah, setelah IUP diberikan kepada ormas, maka kita carikan partner. Di mana IUP ini tidak dapat dipindahtangankan. Ini sangat ketat, gak gampang,” bebernya.

Salah satu peran BKPM sendiri yakni mendampingi mereka pada saat melakukan proses negosiasi dengan perusahaan kontraktor. Meski begitu, Bahlil juga tidak melarang kalau ada Ormas Keagamaan yang ingin menggarap konsesinya secara mandiri.

“Ada dua sebenarnya, mereka bisa mengerjakan sendiri. Kalau mereka mampu, silahkan. Kalau tidak, mereka mencari partner. Tugas kita adalah mendampingi mereka dalam melakukan negosiasi agar mereka tidak dikibuli,” beber Bahlil.

Baca juga: Menteri Bahlil: Konsesi Tambang untuk PBNU Bekas PKP2B PT KPC

Bidang Kajian Strategis Pertambangan Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPI), Ardhi Ishak membenarkan bahwa pertambangan di dalam negeri sebagian besar dikerjakan oleh kontraktor tambang, pemegang Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP).

“Pada umumnya kegiatan operasional pertambangan dilakukan oleh para kontraktor tambang nasional seperti PAMA, BUMA, SIS, PPA dan lainnya” beber Ardhi.

Alasannya, imbuh dia, operasional penambangan membutuhkan investasi besar untuk pengadaan alat berat penambangan serta tenaga kerja yang terlatih dalam mengoperasikan peralatan tersebut. Selain padat modal dan padat karya juga dibutuhkan penguasaan teknologi  terkini.

“Sedangkan pemegang IUP biasanya lebih fokus pada kegiatan eksplorasi, pengurusan perizinan yang dibutuhkan, penyiapan lahan dan infrastruktur serta fasilitas pengolahan dan transportasi bahan tambang” ucapnya.

Di samping itu, pemegang IUP setiap tahun harus menyusun Rencana Kerja Anggaran Belanja (RKAB) sebagai rencana kerja yang diajukan kepada Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM untuk mendapatkan persetujuan.

Ardhi menambahkan bahwa pemegang IUP juga harus siap menanggung beban cash flow paling tidak selama 3 bulan, untuk membiayai kegiatan operasional, membayar biaya kontraktor, membayar angkutan bahan tambang, termasuk membayar royalti batu bara sebelum menerima pembayaran atas imbas hasil penjualan komoditas tambang yang dihasilkannya.

“Hal ini dinilai wajar mengingat dari awal proses kegiatan penambangan sampai dengan batubara diterima pembeli batu bara di luar negeri dibutuhkan waktu sampai dengan 2 bulan,” jelasnya.

Sebagai catatan, jika diekspor maka akan terkena kebijakan DHE dimana 30% hasilnya harus disetorkan dan ditahan di bank Pemerintah selama 3 bulan. Belum lagi sesuai ketentuan regulasi, pemegang IUP harus menyetorkan Jaminan Reklamasi (Jamrek) ke bank nasional untuk membiayai aktivitas pasca tambang.

Belum lagi sumber pembiayaan sektor tambang terutama batu bara sangat terbatas karena sebagian besar bank internasional sudah tidak memberikan support ke industri tambang batu bara.

“Demikian pula dengan perbankan nasional, dampak diperlakukannya kebijakan Taksonomi Berkelanjutan yang dikeluarkan oleh OJK di awal tahun ini,” tandasnya.