Jakarta-TAMBANG. Kesepakatan Pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM dengan PT Freeport Indonesia (PT FI) menimbulkan beragam pendapat. Tidak terkecuali dari Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Kali ini Anggota DPR Komisi VII dari Fraksi PKS Rofi Munawar yang menyampaikan rasa herannya.
Ia mempertanyakan keluarnya Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sementara oleh Pemerintah kepada PT FI agar dapat mengekspor konsentrat hingga 10 Oktober 2017. Kebijakan ini berpotensi menimbulkan diskriminasi industrial dan cacat hukum dalam pelaksanaannya.
“Dalam UU Minerba tidak di kenal istilah ‘IUPK Sementara’, karena hanya mengenal IUPK, KK dan IUP. Atas dasar regulasi apa pemerintah memberikan izin kepada PT FI?,” tanya Rofi Munawar dalam siaran pers yang diterima Majalah TAMBANG.
Sesungguhnya dengan keluarnya kebijakan ‘IUPK sementara’ tidak ada jaminan pasti dari PT FI pada akhirnya akan mengikuti seluruh klausul yang diminta dalam negosiasi sebelumnya.
Kebijakan ini juga dipastikan akan menimbulkan pandangan adanya perbedaan perlakuan atau diskriminasi industrial dari Perusahaan yang sejenis seperti PT FI.
“Pemerintah tidak konsisten dan tegas dalam mendesak PT FI masuk ke negosiasi yang sesuai dengan ketentuan UU Minerba. Setidaknya kebijakan yang baru dikeluarkan ini menunjukan bahwa Pemerintah lemah dan tidak serius menegakkan aturan yang ada,” tegas Rofi’.
Anggota DPR RI asal Jawa Timur ini memberikan catatan lainnya, IUPK sementara akan memberikan dampak bahwa telah terjadi ketidakpastian hukum dalam industri minerba di Indonesia.
Selain itu dirinya menjelaskan, selama ini Perusahaan yang berstatus KK menurut UU Minerba jika ingin tetap ekspor konsentrat maka harus merubah dirinya menjadi IUPK. Namun jika tetap dengan status yang sama maka harus taat pada ketentuan renegosiasi kontrak dengan di antaranya mampu membangun smelter atau pabrik pemurnian mineral di tahun 2017.
“Dengan keluarnya IUPK sementara, sesungguhnya belum ada solusi permanen yang didapatkan dari proses negosisasi antara PT FI dengan Pemerintah. Ini lebih terlihat hanya sebagai upaya ‘prematur’ untuk sekedar meredam gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan kerugian operasional PT FI”. Tukas Rofi’