Jakarta-TAMBANG. Belum terlihatnya pembangunan smelter dinilai sebagai awal kegagalan pemerintah melakukan hilirisasi mineral. Salah satu faktor yang seringkali dijadikan kambing hitam adalah terlambatnya penerbitan Permen ESDM No 1/2014 dan PP No 1/2014 yang dianggap sebagai petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis hilirisasi.
Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara mengatakan bahwa terlambatnya penerbitan Permen dan PP lantaran ada campur tangan pihak asing yang tidak ingin Indonesia membangun industri hilir. Marwan mencontohkan ketika pemerintah ingin mengeluarkan kebijakan larangan ekspor mineral mentah, Kedutaan Amerika Serikat mengeluarkan rilis hasil analisa mereka bahwa perekonomian Indonesia akan memburuk apabila larangan tetap dijalankan.
Selain itu Marwan tidak menjelaskan bentuk intervensi seperti apa yang dimaksud. “Kalau intervensi kan sudah jadi rahasia umum. Sejak negeri ini merdeka juga banyak regulasi yang dibuat atas intervensi asing seperti UU PMA. Saya kira ini juga yang terjadi dengan UU Minerba. Pasti ada operasi senyap untuk membuat itu gagal,” kata Marwan.
Sementara itu Kasubdit Pengawasan Operasi Produksi dan Pengawasan Mineral, Kementerian ESDM, Syamsu Daliend mengatakan sebelum UU Minerba diterbitkan pada 2009, Indonesia sebetulnya sudah diamanatkan untuk melakukan pembangunan sektor hilir tambang. Hal itu tertera dalam UU No.11/1967 yang sudah mengatur soal perizinan operasi produksi pengolahan dan pemurnia.
Menurutnya tanpa UU Minerba terbit, seharusnya perusahaan tambang sudah berinisiatif untuk membangun pengolahan di dalam negeri. “Buktinya ada PT Vale Indonesia yang sudah punya smelter sejak awal. Itu berarti walau tidak ada UU Minerba pun smelter seharusnya tetap harus ada,” kata Syamsu.