Jakarta,TAMBANG,- Meski ada kelonggaran bagi beberapa perusahaan tambang yang tercatat kemajuan pembangunan smelter. Perusahaan-perusahaan tersebut masih terancam denda. Kementerian ESDM telah mengeluarkan aturan terkait sanksi kepada pengusaha atas keterlambatan pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian.
Ini tertuang dalam Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM No 89 Tahun 2023 tentang Pedoman Pengenaan Denda Administratif Keterlambatan Pembangunan Fasilitas Pemurnian Mineral Logam di Dalam Negeri. Beleid ini disahkan pada 6 Mei 2023.
Dalam Keputusan Meteri ESDM ini, Pemerintah menetapkan denda administrasi keterlambatan pembangunan fasilitas pemurnian mineral logam dalam negeri. Di sana disebutkn bahwa waktu ekspor ditambah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan mengenakan sanksi pada badan usaha.
Sanksi administratif yang ditetapkan berupa penempatan jaminan kesungguhan sebesar 5% dari total penjualan periode 2019-2022 yang disetorkan dalam rekening bersama (escrow account). Apabila pada 10 Juni 2024 pembangunan smelter tidak mencapai 90% dari target, maka jaminan kesungguhan disetorkan pada kas negara.
Lalu ada pengenaan denda adminstrasi atas keterlambatan pembangunan sebesar 20% dari nilai kumulatif penjualan ke luar negeri untuk setiap periode keterlambatan dengan mempertimbangkan dampak pandemi Covid-19 berdasarkan laporan verifikator independen. Denda keterlambatan ini paling lambat diserahkan 60 hari sejak Kepmen 89 Tahun 2023 berlaku pada 16 Mei 2023. Kemudian Pemegang IUP/IUPK yang melakukan ekspor pada periode perpanjangan akan dikenakan denda yang diatur lebih lanjut oleh Kementerian Keuangan.
Sebagaimana diketahui UU No 3 tahun 2020 yang merupakan revisi atas UU No.4 tahun 2009 Tentang Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara ditegaskan bahwa ekspor mineral akan dihentikan tiga tahun setelah UU disahkan. Amanat ini kemudian diperkuat dalam Peraturan Menteri ESDM No.17 tahun 2020. Ini merupakan perubahan ketiga atas Permen ESDM No. 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara. Di sana disebutkan bahwa penjualan hasil pengolahan mineral ke luar negeri dalam jumlah tertentu dilakukan paling lama sampai 10 juni 2023 setelah membayarkan bea keluar.
Namun dalam berbagai kesempatan disebutkan bahwa Pemerintah memahami beberapa kendala yang dihadapi diantaranya dampak pandemi Covid-19. Ini yang akhirnya mendorong Pemerintah membuat payung hukum sebagai dasar pemberian kesempatan penjualan hasil pengolahan mineral logam bagi komoditas tertentu serta relaksasi ekspor konsentrat dengan tetap dikenakan sanksi denda atas keterlambatan.