Jakarta, TAMBANG – Setelah terbitnya Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2023 tentang Strategi Nasional Bisnis dan HAM, pemerintah gencar mendorong seluruh sektor industri untuk menekan risiko pelanggaran HAM dalam seluruh mata rantai bisnisnya, termasuk sektor pertambangan.
Direktur Jenderal HAM Kemenkumham, Dhahana Putra menjelaskan, pihaknya sudah meluncurkan aplikasi untuk menilai korporasi dalam pemenuhan standar HAM, yaitu Prisma 2.0. Sejauh ini, dari 231 perusahaan yang melakukan self assessment, hanya 30 perusahaan yang dinyatakan lolos penilaian.
“Saat ini ada 231 pelaku usaha yang bisa melakukan self assessment, hanya 30 yang tuntas, yang nilainya hijau 30, yang lain kuning dan merah,” tegasnya dalam acara workshop pemetaan sektoral isu bisnis dan HAM di Indonesia, yang diselenggarakan di Jakarta (15/7)
Sebagai informasi, Prisma 2.0 merupakan aplikasi penilaian mandiri agar suatu perusahaan dapat melihat indikator dalam memenuhi kualifikasi HAM. Terdapat 12 indikator yang ada dalam aplikasi tersebut. Mulai dari kebijakan HAM, mekanisme pengaduan, tenaga kerja, pengaruh HAM pada perusahaan, rantai pasok, kondisi kerja, serikat kerja, privasi, agraria dan masyarakat adat, diskriminasi, lingkungan, serta tanggung jawab sosial perusahaan.
Kata Dhahana, penilaian risiko terhadap pelanggaran HAM dalam korporasi menjadi penting, karena sejumlah negara mulai melakukan pengetatan terhadap komoditas ekspor dari Indonesia. Di mana proses operasional dan produksi komoditas tersebut harus dipastikan bebas dari pelanggaran HAM.
“HAM menjadi poin strategis di banyak negara tidak hanya Eropa, tetapi juga Jepang, Amerika, dan sebagainya” tandasnya.
Pada kesempatan yang sama, Peneliti Bisnis dan HAM Setara Institute, Nabhan Aiqani menjelaskan, industri pertambangan memiliki kontribusi besar pada pertumbuhan ekonomi, namun di balik itu, operasionalnya dinilai masih menyisakan banyak persoalan terkait dengan pelanggaran HAM.
Tantangan yang dihadapi seputaran isu terkait dengan konflik antara operasi pertambangan dan peraturan kehutanan, masalah hubungan masyarakat dan peraturan ketenagakerjaan, serta praktik korupsi, kolusi dan nepotisme.
Selain itu, proyek hilirisasi nikel yang dicanangkan sebagai proyek strategis nasional (PSN), tercatat masih menimbulkan masalah konflik agraria.
“Banyak di industri pertambangan, terutama nikel yang jadi sorotan. Banyak konflik agraria yang timbul dari pembangunan proyek strategis nasional,” beber Nabhan.