Jakarta, TAMBANG – PT Indonesia Asaham Alumunium (Inalum) membentuk lembaga penelitian Mining and Minerals Industry Institute (MMII). Lembaga ini akan fokus riset hilirisasi mineral di Indonesia.
“MMII adalah lembaga yang berfungsi untuk mendukung Inalum dan seluruh pemangku kepentingan di industri pertambangan dan mineral untuk mengembangkan teknologi. Bagaimana kalau kita terus dorong industri hilirisasi mineral, ” kata Ratih Amri, yang ditunjuk sebagai Direktur Eksekutif MMII, Jumat (1/2).
Mengenai hilirisasi, tahun ini Inalum punya pekerjaan empat proyek. Pertama, pembangunan pengolahan bauksit menjadi alumina bersama PT Aneka Tambang (Antam) di Kalimantan Barat. Kedua, pembangunan pengolahan batu bara menjadi gas dan produk turunan lainnya yang akan dilakukan oleh PT Bukit Asam di Riau.
Ketiga, pembangunan smelter tembaga yang akan dilakukan oleh PT Freeport Indonesia. Keempat, penjajakan pengolahan nikel menjadi bahan utama yang dapat digunakan oleh industri baterai.
Untuk mendorong proyek tersebut, MMII bergerak dalam hal penelitian teknis, termasuk bertugas meneliti rencana hilirisasi nikel menjadi bahan baku dasar baterai litium, yang nantinya berperan menopang industri kendaraan motor listrik.
“Technical research meliputi (pengolahan) nikel menjadi bahan baku electrical vehicle,” ujar Ratih.
Di saat bersamaan, Direktur Utama Inalum, Budi Gunadi Sadikin menyatakan, pihaknya sedang menjajaki penggunaan teknologi, yang mampu menyaring mineral utama dari bijih nikel untuk bahan baku dasar baterai, yaitu kobalt. Teknologi itu disebut tekanan tinggi dengan larutan asam alias High Plessure Acid Leaching (HPAL).
“Ini mungkin baru feasibility study,” tutur Budi.
Di Indonesia, teknologi yang marak digunakan untuk mengolah bijih nikel, adalah tanur elektrik kalsinasi putar atau Rotary Klin Electric Furnace (RKEF). Produk utama dari teknologi ini berupa bahan baku untuk industri baja tahan karat alias stainless steel, baik berbentuk feronikel, nickel matte, atau nickel pig iron.
Adapun perusahaan tambang yang smelternya menggunakan teknologi RKEF, di antaranya Antam di Pomalaa, dan PT Vale Indonesia di Sorowako.
“Kita lihat nickel ore hanya bisa stainlees steel. Untuk Antam melalui feronikel, Vale melalui nickel matte, Cina melalui nickel pig iron. Dalam lima tahun terakhir, nikel jadi bahan baku utama untuk electrical vehicle baterry,” ungkap Budi.
Menurutnya, teknologi RKEF ini tergolong dalam jenis teknologi pengolah bijih nikel bergenre pirometalurgi. Sedangkan HPAL, genrenya hidrometalurgi. Keduanya punya mekanisme proses pengolahan yang berbeda.
“Prosesnya agak berbeda sedikit, ini lewat hidrometalurgi, menjadi proses namanya HPAL,”
Sejauh ini, pirometalurgi massif dikembangkan oleh investor China, yang orientasinya memproduksi bahan baja. Sementara hidrometalurgi, lebih dominan diperkenalkan oleh investor Jepang, yang mengejar produk berupa bahan baku baterai.
Untuk diketahui, lembaga penelitian MMII yang baru saja dibentuk, memang ditujukan untuk mendorong hilirisasi mineral di Inalum, tapi saat ini ia belum terlibat menjajaki teknologi HPAL. Ratih bilang, MMII masih dalam proses menyusun kebutuhan prioritas Inalum.
“Mengenai apa saja persisnya kajian teknis yang akan dilakukan, masih perlu diidentifikasikan kebutuhan dan prioritasnya. Mungkin saja HPAL masuk dalam list dan dipilih, saat ini proses identifikasi dan prioritas masih in progress,” tutup Ratih.