Jakarta,TAMBANG,-Dua isu penting dibahas dalam pertemuan tingkat tinggi para Menteri Energi dan Iklim yakni keamana energi dan percepatan transisi ke energi yang lebih ramah lingkungan. Kegiatan ini dilaksanakan bersamaan dengan peringatan 50 tahun International Energy Agency (IEA).
Ada 50 delegasi yang mewakili 50 negara hadir. Pertemuan dipimpin oleh Menteri Lingkungan Hidup, Iklim dan Komunikasi Irlandia Eamon Ryan dan Menteri Ekonomi, Keuangan, dan Kedaulatan Industri dan Digital Perancis Bruno Le Maire. Tamu istimewa termasuk Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, Utusan Khusus Presiden AS untuk Perubahan Iklim John Kerry dan mantan Presiden Irlandia Mary Robinson.
Rapat ini menghasilkan konsensus yang kuat mengenai perlunya tindakan yang lebih berani dan kerja sama global yang lebih besar untuk segera mengubah sistem energi dunia. Ini dilakukan seiring dengan meningkatnya ketidakpastian geopolitik dan suhu global yang terus memecahkan rekor.
Dipertemuan ini, para menteri juga memberi mandat pada IEA untuk memperdalam kerja sama dengan negara-negara berkembang. Hal ini termasuk memulai diskusi dengan India terkait permintaannya untuk menjadi anggota penuh IEA. Lalu mengumumkan pembentukan pusat kerja sama regional di Singapura guna memperluas keterlibatan IEA di Asia Tenggara dan sekitarnya.
Pada pertemuan di Paris, para menteri dari 31 negara anggota IEA menjelaskan sejumlah mandat dalam komunike bersama yang akan memandu misi IEA ke depan. Mandat tersebut mencakup bidang-bidang seperti memastikan keamanan energi global. Di sini para menteri mengakui ancaman yang ditimbulkan oleh perang Rusia di Ukraina dan konflik di Timur Tengah. Kemudian memimpin perjuangan sektor energi global melawan perubahan iklim. Meningkatkan aliran keuangan global untuk transisi energi ramah lingkungan, khususnya di negara-negara berkembang.
Di kesempatan itu Direktur Eksekutif Fatih Birol memuji upaya yang dilakukan dalam beberapa tahun terakhir untuk memperdalam hubungan IEA dengan negara-negara berkembang. Saat ini negara anggota IEA telah mewakili hampir 80% PDB global. Oleh karenanya Para menteri meminta IEA untuk menempatkan perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan serta keamanan energi sebagai pusat kegiatan dan analisisnya.
Terkait komunikasi dengan India, para Menteri mendorong untuk segera dimulai. Negara ini dinilai punya “kepentingan strategis” dalam mengatasi tantangan energi dan iklim global. India bergabung dengan Keluarga IEA sebagai negara Asosiasi pada tahun 2017.
“India adalah negara dengan pertumbuhan ekonomi paling cepat di dunia. Pertumbuhan yang berkelanjutan membutuhkan keamanan dan keberlanjutan energi,” terang Perdana Menteri India, Narendra Modi dalam pidato yang lewat Video.
Narendra menambahkan, “Saya yakin IEA akan mendapat manfaat ketika India memainkan peran yang lebih besar di dalamnya.”
Menyasar Asia Tenggara
Badan Energi Internasional ini juga punya rencana memperdalam keterlibatannya dengan negara-negara berkembang. Terkait dengan itu, para menteri IEA dan pemerintah Singapura mengumumkan pembentukan pusat regional IEA baru di Singapura. Kehadirannya di Singapura tidak lain bertujuan meningkatkan keterlibatan dan dampak IEA di seluruh Asia Tenggara dan sekitarnya.
“Pertemuan ini menyaksikan pemerintah dari seluruh dunia memuji kepemimpinan IEA di bidang energi dan iklim selama 50 tahun terakhir. Mereka dengan jelas menyatakan bahwa mereka mengandalkan kami untuk memberikan dampak yang lebih besar di masa depan,” terang Direktur Eksekutif IEA Fatih Birol.
Ditambahkan pula bahwa, “IEA telah menerima mandat yang jelas dari para anggotanya. Kami akan melipatgandakan upaya kami untuk memimpin perjuangan melawan perubahan iklim di sektor energi, sekaligus memastikan keamanan pasokan energi global dan berupaya meningkatkan akses energi selama masa transisi.”
IEA didorong untuk melanjutkan kerja kerasnya dalam memperluas akses dan keterjangkauan energi dalam memajukan transisi yang adil dan berpusat pada masyarakat dalam membangun ekonomi energi yang lebih inklusif. Juga mendorong peningkatan investasi energi ramah lingkungan di negara-negara berkembang, dimana biaya pinjaman yang tinggi dan kesulitan mengakses modal menghambat transisi energi.
“IEA ingin mewujudkan transisi energi bersih yang aman dan berkelanjutan bagi semua orang di seluruh dunia. Kami bersyukur bahwa para menteri IEA memuji upaya kami dalam memastikan transisi berjalan adil dan berpusat pada masyarakat, dan menginstruksikan kami untuk melangkah lebih jauh. Kami bermaksud untuk memperkuat upaya kami untuk menjaga keadilan energi sebagai agenda utama global, mengingat pentingnya peran keadilan dalam membangun masa depan energi yang lebih baik.”pungkas Fatih Birol.