Samarinda, TAMBANG – Batu bara masih menjadi sumber energi andalan di tengah masa transisi energi. Hal tersebut bisa dilihat dari dominasi bauran energi nasional sepanjang tahun 2023.
“Batu bara masih mendominasi dalam bauran energi nasional di mana tahun 2023 angkanya mencapai 40,46 persen,” ungkap Koordinator Hilirisasi Minerba, Kementerian ESDM, Muhammad Ansari dalam Indonesia Coal Summit (ICS) 2024 yang digelar Majalah TAMBANG di Hotel Bumi Senyiur, Samarinda, Kamis (27/6).
Ansari menjelaskan, sejauh ini pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT) sebagai sumber energi ramah lingkungan terbilang masih rendah. Karena itu, dibutuhkan penyesuaian seiring strategi penggunaan batu bara ke depan untuk mendukung pengurangan emisi karbon.
“Peran batu bara memerlukan penyesuaian seiring strategi penggunaan batubara ke depan untuk mendukung pengurangan emisi CO2. Kemudian kita selaraskan dengan optimasliasi EBT,” beber Ansari.
Ansari menegaskan bahwa perlu dilakukan percepatan pengembangan industri hilir batu bara agar dapat dimanfaatkan secara optimal dan aman bagi lingkungan.
“Pemanfaatan biofuel dan energi terbarukan lainnya perlu dioptimalkan untuk menggantikan energi fosil di area pertambangan, juga termasuk menetapkan strategi agar transisi energi dapat memberikan peluang bagi perekonomian,” jelas dia.
Jika melihat data sumber daya dan cadangan yang tersedia, batu bara masih jadi andalan dan akan digunakan hingga 10-2- tahun ke depan. Saat ini, sumber daya batu bara mencapai 97,29 miliar ton dan cadangannya mencapai 31,71 miliar ton.
Asisten Perekonomian dan Administrasi Pembangunan Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), Ujang Rachmad menyebut butuh upaya-upaya berkelanjutan agar industri batu bara berkesesuaian dengan arah kebijakan pemerintah, misalnya pada proyek gasifikasi.
“Batu baranya tetap ada, tapi kemudian diberi nilai tambah yang lebih signifikan dengan hilirisasi batu bara tersebut. Misalnya diarahkan kepada gasifikasi batu bara,” ungkap Ujang dalam kesempatan yang sama.
Ujang menyampaikan, pertambangan batu bara yang dibarengi dengan percepatan program hilirisasi ini menjadi arah kebijakan pembangunan ekonomi Pemprov Kaltim di masa mendatang. “Itu arahan strategi pembangunan ekonomi Kaltim ke depan,” bebernya.
Menurut Ujang, industri pertambangan termasuk batu bara masih menjadi tumpuan utama ekonomi masyarakat Kaltim. Dominasi kontribusi sektor pertambangan dan penggalian lebih dari 40 persen terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) Kaltim.
“Capaian kinerja dari laju pertumbuhan ekonomi (LPE) (tahun 2023-red) telah melampaui target yang telah ditentukan, namun perekonomian Kaltim masih bergantung pada sektor ekstraktif terutama sektor pertambangan dan penggalian. Dominasi kontribusi sektor pertambangan dan penggalian lebih dari 40% terhadap PDRB Kaltim,” beber Ujang.
Sementara, Direktur Utama Majalah TAMBANG, Atep A Rofiq menyebut wacana net zero emission bukan berarti no coal. Batu bara, kata Atep masih sangat diandalkan untuk menopang ketahanan energi Indonesia.
“Meskipun di luar sana kita sering mendengar ada dorongan net zero emission dan sebagainya, tentu ini kita pahami, bahwa bukan berarti no coal. Batu bara masih sangat diandalkan untuk menopang ketahanan energi di Indonesia dan di berbagai negara,” ungkap Atep.
Karena itu, Atep mendorong pelaku usaha, pemerintah dan stakeholder untuk mencari upaya-upaya inovatif agar emisi yang dihasilkan dari batu bara ini bisa ditekan. Dengan begitu, ketahanan energi RI tetap aman dan berkelanjutan serta minim polusi.
“Penting bagi kita untuk terus mengeksplorasi cara-cara inovatif untuk menjaga keberlanjutan dan mencari jalan keluar agar emisi yang dihasilkan itu bisa ditekan, baik pada operasi pertambangan maupun di sektor hilir dari pembakaran batu bara atau PLTU,” ucap Atep.
“Tema kita “The Resilience of Coal”, mencerminkan komitmen kita untuk mencari solusi yang tidak hanya berkelanjutan secara ekonomi tetapi juga meminimalisir risiko lingkungan,” jelasnya.