Beranda Korporasi Hingga Kuartal Ketiga Laba Pertamina Anjlok

Hingga Kuartal Ketiga Laba Pertamina Anjlok

Jakarta-TAMBANG. Masih rendahnya harga minyak mentah dunia serta pengaruh depresiasi rupiah yang cukup tajam memberikan pengaruh negatif kepada BUMN energi, PT Pertamina (Persero). Hingga kuartal III 2015, pendapatan Pertamina hanya mencapai US$32 miliar atau lebih rendah sekitar 42% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

 

Sementara laba bersih yang diterima sebesar US$ 914 juta. Direktur Utama Pertamina, Dwi Soetjipto mengatakan laba itu disokong oleh peningkatan kinerja operasional berbagai lini bisnis serta penyelesaian proyek-proyek investasi prioprits perusahaan.

 

Ke depan industri migas di Indonesia, kata Dwi akan tetap berhadapan dengan tantangan harga minyak yang belum membaik. Untuk itu pihaknya berusaha fokus pada implementasi lima pilar strategi prioritas perusahaan seperti pengembangan sektor hulu, efisiensi di semua lini, peningkatan kapasitas kilang dan petrochemical, pengembangan infrastruktur dan marketing, serta perbaikan struktur keuangan.

 

Menurutnya saat ini Pertamina mampu menuntaskan beberapa proyek-proyek investasi dan mulai memberikan pendapatan bagi perusahaan, seperti produksi migas Senoro Toili, Lapangan Banyu Urip, PLTP Kamojang 5, dan Kilang LNG Donggi-Senoro. Implementasi lima pilar strategi prioritas yang disebut Dwi secara konsisten cukup membuahkan hasil kendati situasi eksternal perusahaan saat ini tidak dalam kondisi yang tidak begitu baik.

 

“Hingga kuartal III 2015, Pertamina sangat bersyukur dapat mengatasi tantangan-tantangan tersebut sehingga kinerja perusahaan cukup baik dan sehat di mana EBITDA Margin perusahaan berada pada tren positif. Laba bersih sampai dengan akhir September 2015 mencapai US$914 juta,” terang Dwi dalam keterangan persnya, Kamis sore (23/10).

 

Meskipun mengalami penurunan pendapatan dan laba, EBITDA sebagai salah satu indikator kesehatan perusahaan tercatat mencapai US$3,55 miliar dengan tren positif pada EBITDA margin.

 

Dwi melanjutkan Pertamina terus berinvestasi dengan realisasi hingga akhir September 2015 sebesar US$2,5 miliar di mana 78% diantaranya adalah investasi hulu migas. Besaran investasi terbesar kedua adalah di sektor pemasaran sekitar 9% yang digunakan untuk pengembangan storage. Selanjutnya, bisnis gas dan EBT berkontribusi sekitar 7,4% yang dialokasikan untuk pengembangan infrastruktur gas di Tanah Air.

 

“Untuk infrastruktur pengolahan investasi fisik, utamanya RFCC sudah 100% terlaksana. Kami dalam waktu dekat akan melakukan Head of Aggreement dengan para mitra untuk Refinery Development Masterplan Program (RDMP) di Kilang Balikpapan dan Kilang Cilacap dengan investasi total untuk keduanya diperkirakan sekitar US$10 miliar,” kata Dwi.

 

Investasi pada proyek infrastruktur hilir gas dan BBM juga jadi perhatian khusus. Saat ini Pertamina sedang menyelesaikan proyek pipa gas Belawan-KIM-KEK, Muara Karang – Muara Tawar – Tegal Gede, Gresik – Semarang, Porong – Grati, dan Cirebon – Semarang. Untuk infrastruktur hilir BBM, Pertamina sedang proses pembangunan Terminal BBM Pulau Sambu dan TBBM Tanjung Uban.

 

Adapun, investasi hulu difokuskan pada proyek pengembangan gas Matindok dan juga pengembangan WMO terintegrasi. Pertamina juga sedang menggarap proyek PLTP Ulubelu 3 & 4 yang ditargetkan tuntas dan beroperasi pada tahun 2016.

 

Pertamina juga terus melakukan efisiensi sebagai manifestasi 5 Pilar Prioritas Strategis perusahaan. Efisiensi Pertamina terdiri dari dua hal, yaitu efisiensi pada biaya operasi dan efisiensi yang timbul dari pelaksanaan Breakthrough Project 2015.

 

Sementara itu untuk efisiensi biaya operasi, saat ini telah mencapai US$1,15 miliar atau masih on track sesuai target perusahaan untuk melakukan efisiensi sekitar 35% dari biaya operasi.  Adapun, dampak finansial yang ditimbulkan dari pelaksanaan Breakthrough Project 2015 telah mencapai US$430,77 juta atau 119% terhadap target para periode berjalan.

 

Sentralisasi pengadaan non hidrokarbon telah menyumbang efisiensi sebesar US$89,55 juta, sentralisasi pengadaan hidrokarbon di ISC sebesar US$103 juta, dan cash management sebesar US$20,45 juta. Efisiensi terbesar adalah berasal dari upaya insan Pertamina melakukan tata kelola secara ketat pada arus minyak yang menyumbang efisiensi sebesar US$209,97 juta.