Jakarta-TAMBANG. Anak usaha PT Pertamina yang bergerak di sektor gas, PT Pertamina Gas atau Pertagas membukukan kinerja yang menggembirakan di awal tahun ini. Sampai April 2017 mencatatkan laba bersih sebesar US$54,6 juta atau sekitar Rp Rp 737,1 miliar (kurs Rp 13.500) hingga April 2017. Realisasi laba bersih periode Januari-April 2017 itu setara 36,3% dari target perseroan sepanjang tahun ini sebesar US$ 150,24 juta.
Toto Nugroho, Presiden Direktur Pertagas, mengatakan raihan laba perseroan terutama berasal dari toll fee, khususnya pada ruas pipa utama seperti Arun-Belawan serta ditunjang oleh sudah beroperasinya ruas baru yakni Muara Karang-Muara Tawar serta Porong-Grati.
“Tahun ini kami juga beruntung dengan harga LPG yang cukup tinggi sehingga kontribusi Perta-Samtan Gas cukup besar,” ujar Toto saat buka puasa bersama dengan Editor Energy & Mining Society (E2S) di Jakarta, Rabu (31/5).
Perta-Samtan Gas merupakan anak usaha Pertagas yang memproduksi liquefied petroleum gas (LPG). Pertagas tercatat menguasai 66% saham Perta-Samtan, sisanya 33% dikuasai Samtan Co Ltd, perusahaan asal Korea Selatan.
Menurut Toto, kinerja laba bersih Pertagas tahun ini diproyeksi lebih rendah dibandingkan realisasi 2016 yang mencapai US$159,07 juta. Proyeksi laba 2017 juga lebih rendah dari realisasi laba bersih 2015 sebesar US$ 151,08 juta. Faktor utama dari lebih rendahnya target laba bersih tahun ini adalah kebijakan pemerintah yang telah mematok harga gas di kisaran tertentu, termasuk besaran toll fee.
Toto menjelaskan, Permen ESDM No 434 K/12/MEM/2017 tentang Harga Gas Bumi untuk Industri di Wilayah Medan dan Sekitarnya yang terbit pada 13 Februari 2017, langsung berpengaruh pada harga gas di Medan dan sekitarnya. Gas untuk kawasan tersebut dipasok dari PT Pertamina Hulu Energi dan PT Pertamina EP dan masuk ke ruas Arun-Belawan. “Toll fee-nya telah turun dari US$2,53 per MMBTU menjadi US$1,8 per MMBTU,” katanya.
Pertagas saat ini mengembangkan tiga pipa gas transmisi sepanjang 513 kilometer (km) di Sumatera Selatan (Sumsel), Jawa Tengah (Jateng) dan Jawa Timur (Jatim). Aksi korporasi ini melengkapi tuntasnya pembangunan infrastruktur pipa gas pada 2016 sepanjang 225 km.
Proyek pertama yang digarap perseroan adalah pipa gas Grissik-Pusri (Sumsel) sepanjang 176 km. Pipa ini akan mengalirkan gas untuk pabrik pupuk dan pembangkit listrik di kawasan Sumsel. Total kapasitas gas sebanyak 160 MMSCFD. “Kami sudah memperoleh izin untuk proyek ini dari gubernur dan juga bupati, tinggal ground breaking,” katanya.
Proyek kedua adalah pipa gas looping Gresik-Petrokimia Gresik (Jatim) sepanjang 70 km. Gas yang dialokasikan sebanyak 85 MMSCFD dan diharapkan onstream pada Juli 2017. Proyek ketiga, pipa gas Gresik-Semarang (Jateng) berkapasitas 500 MMSCFD dengan konsumen pembangkit listrik dan industri. “Pemasangan pipa open acces ini melewat tujuh kabupaten/kota di Jateng dan Jatim,” katanya.
Holding Migas
Terkait rencana pembentukan induk usaha (holding) minyak dan gas yang akan menggabungkan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGAS) atau PGN ke dalam Pertamina, Toto mengatakan, Pertagas sudah siap. “Kementerian BUMN menargetkan semester I 2017 selesai. Posisi kami Pertagas sudah siap, tinggal tunggu lampu hijau,” kata dia.
Menurut Toto, kesiapan Pertagas untuk merealisasikan holding BUMN migas ditunjukkan dengan keberadaan tim yang melibatkan Pertamina dan PGN. Tim ini telah memetakan apa saja yang bisa disinergikan kedua perusahaan dan efisiensi yang bisa dihasilkan. Salah satu proyek yang melibatkan Pertamina dan PGN adalah pembangunan ruas pipa Duri-Dumai.
“Hal yang kami lakukan bersama adalah proyek pipa ruas Duri-Dumai, dibangun bersama Pertagas dan PGN. Konsumen gas juga dari pipa Duri-Dumai juga berasal dari Pertagas dan PGN. Ini tes atau ujian dari pemerintah, bisa tidak ini dikerjakan bersama,” ujarnya.
Dia menegaskan, Pertamina yang menguasai 70% cadangan gas nasional dan salah satu importir terbesar gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) di Asia Tenggara akan bertambah kuat jika dipadu dengan kekuatan PGN pada distribusi gas. “Di dunia jarang ada negara yang menerapkan bisnis gas dipisah-pisah. PTT Thailand dan Petronas dijadikan satu,” katanya.