Beranda ENERGI Migas Harga Rata-Rata Minyak Indonesia Turun

Harga Rata-Rata Minyak Indonesia Turun

Jakarta – TAMBANG. Harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price / ICP) bulan Juni 2015 tercatat turun US$ 2,46 per barel, dari US$ 61,86 per barel ke US$ 59,40 per barel. Khusus untuk jenis minyak Sumatera Light Crude / Minas, harganya juga ikut merosot US$ 3,16 per barel, dari US$ 62,70 per barel menjadi US$ 59,54 per barel.

 

Perubahan harga tersebut sejalan dengan pergerakan indeks harga minyak mentah utama di pasar internasional yang mengalami penurunan harga, kecuali untuk di kawasan Amerika Serikat. Perkembangan harga rata-rata jenis minyak mentah utama lain di pasar internasional adalah sebagai berikut.

 

> West Texas Intermediate (WTI / Texas Light Sweet) – New York Merchantile Exchange (NYMEX) naik US$ 0,43 per barel dari US$ 59,40 per barel ke US$ 59,83 per barel.

> Brent – Intercontinental Exchange (ICE) turun US$ 1,86 per barel dari US$ 65,61 per barel ke US$ 63,75 per barel.

> OPEC Reference Basket (ORB / OPEC Basket) turun US$ 1,88 per barel dari US$ 62,16 per barel ke US$ 60,28 per barel.

 

Tim Harga Minyak Indonesia menjelaskan bahwa penurunan harga tersebut disebabkan beberapa faktor, khususnya karena peningkatan pasokan minyak mentah OPEC. Berdasarkan laporan organisasi pengekspor minyak itu, pasokan minyak selama bulan Mei 2015 meningkat 0,023 juta barel per hari dari bulan sebelumnya, menjadi 30,972 juta barel per hari.

 

Sementara itu, di Amerika Serikat terjadi pula peningkatan stok BBM selama bulan Juni 2015. Untuk gasoline selisihnya mencapai 3,5 juta barel menjadi 135,4 juta barel, dan untuk distillate fuel oil stoknya menebal bahkan hingga 14,8 juta barel menjadi 120,6 juta barel.

 

Faktor lain yang mendkan harga adalah peningkatan ekspor minyak mentah dari Iran. Sepanjang Juni lalu, Iran mampu mengkspor 3,20 juta barel per hari. Ini bisa terjadi setelah sanksi ekonomi terhadap Iran dilonggarkan, sejalan dengan pembahasan perjanjian damai terkait program nuklir Negeri Persia tersebut.

 

Dinamika lain yang mewarnai situasi pasar komoditi minyak adalah kekhawatiran terhadap melemahnya perekonomian Eropa, dengan Yunani yang berada diambang kebangkrutan karena tak mampu melunasi hutang IMF.

 

Dari Negeri Abang Sam, keluar pula kebijakan baru yang mengizinkan ekspor kondensat. Padahal, selama ini Amerika Serikat memberlakukan larangan ekspor minyak mentah untuk menjaga ketahanan energinya. Dengan demikian, maka pasar internasional akan kebanjiran pasokan dari panen minyak serpih Amerika Serikat.

 

Khusus untuk kawasan Asia, penurunan harga minyak juga dipengaruhi melambatnya pertumbuhan ekonomi Cina, yang menjadi hanya 7% pada kuartal pertama 2014. Angka tersebut merupakan catatan terendah sejak tahun 2009. Di samping itu, terjadi pula peningkatan biaya pengiriman (freight rates) sehingga pengapalan kondensat di kawasan Asia cenderung berkurang.

 

“Selain itu, menurunnya angka penjualan kendaraan bermotor di Cina mengakibatkan penurunan kebutuhan BBM serta penurunan impor minyak mentah hingga 10% pada bulan Mei lalu,” demikian dijelaskan tim harga minyak dalam laporan rutinnya.