Beranda ENERGI Migas Harga Minyak Mentah Indonesia Turun Jadi US$ 51,81 per Barel

Harga Minyak Mentah Indonesia Turun Jadi US$ 51,81 per Barel

Jakarta – TAMBANG. Harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price / ICP) bulan Juli 2015 tercatat turun jauh dengan selisih US$ 7,59 per barel, dari US$ 59,40 per barel ke US$ 51,81 per barel. Khusus untuk jenis minyak Sumatera Light Crude / Minas, harganya juga ikut merosot US$ 7,63 per barel, dari US$ 59,54 per barel menjadi US$ 51,91 per barel.

 

Perubahan harga tersebut sejalan dengan pergerakan indeks harga minyak mentah utama di pasar internasional yang mengalami penurunan harga sebagai berikut.

> West Texas Intermediate (WTI / Texas Light Sweet) – New York Merchantile Exchange (NYMEX) turun US$ 8,90 per barel dari US$ 59,83 per barel ke US$ 50,93 per barel.

> Brent – Intercontinental Exchange (ICE) turun US$ 6,99 per barel dari US$ 63,75 per barel ke US$ 56,76 per barel.

> OPEC Reference Basket (ORB / OPEC Basket) turun US$ 5,86 per barel dari US$ 60,21 per barel ke US$ 54,35 per barel.

 

Tim Harga Minyak Indonesia menjelaskan bahwa penurunan harga tersebut disebabkan beberapa faktor, khususnya karena peningkatan produksi minyak mentah OPEC. Berdasarkan laporan organisasi pengekspor minyak itu, produksi minyak selama bulan Juni 2015 sudah terlebih meningkat 0,3 juta barel per hari dari bulan sebelumnya, menjadi 31,4 juta barel per hari.

 

Hal itu diperparah pula dengan melimpahnya pasokan dari negara-negara non-OPEC. Pada Juli 2015, angka proyeksi pasokan dari negara non-opek direvisi meningkat 0,22 juta barel per hari, hingga totalnya mencapai 57,39 juta barel per hari.

 

Kemudian, stok minyak komersial di negara-negara OECD sudah mengalami tren peningkatan selam tiga bulan berturut-turut. Pada bulan Mei 2015, stoknya sudah mencapai 2,83 miliar barel. Lembaga kajian milik Amerika Serikat, Energy Information Administration (EIA), bahkan memperkirakan stok minyak OECD pada akhir tahun 2015 akan bertambah lagi menjadi 2,95 miliar barel.

 

EIA juga melaporkan bahwa stok minyak olahan (distillate fuel oil) pada akhir bulan Juli 2015 naik 8,3 juta barel dibanding bulan sebelumnya, menjadi 144,1 juta barel.

 

Kemudian, sentimen pasar juga dipengaruhi atas faktor perjanjian damai Iran. Kesepakatan program nuklir yang telah dicapai antara Iran dengan negara-negara Barat akan membuka peluang bagi Iran untuk lepas dari jeratan embargo. Hal ini menjadi ancaman adanya tambahan pasokan minyak mentah sekitar 1 juta barel per hari ke dalam pasar global yang sudah dalam kondisi surplus.

 

Faktor lain yang mempengaruhi adalah penguatan mata uang Dollar Amerika Serikat terhadap beberapa mata uang utama dunia, selama bulan Juli 2015.

 

Khusus untuk kawasan Asa Pasifik, penurunan harga minyak mentah juga dipengaruhi faktor Jepang, Cina, dan Singapura. Permintaan Jepang akan minyak mentah cenderung mengalami penurunan. Ini disebabkan dari penggunaan gas alam dan batu bara yang kini banyak dipakai sebagai substitusi sumber energi bagi pembangkit listrik di negeri Sakura itu. Selain itu, dua kilang minyak Jepang juga mengalami gangguan pasca mengalami kebakaran yang terjadi.

 

Pada saat yang bersamaan, di Cina terjadi peningkatan stok minyak komersial. Bahkan, di Singapura telah terjadi peningkatan stok produk minyak sehingga mencapai rekor tertinggi sejak tahun 1999 silam.