Nova Farida
[email protected]
Jakarta-TAMBANG. Harga minyak mentah merosot ke posisi terendah dalam beberapa tahun setelah Arab Saudi memangkas pasokan ke AS. Langkah ini sontak membuat pasar yang mulai stabil kembali goyah.
Melansir laman Associated Press , harga minyak mentah AS turun dua persen menjadi US$ 77,19 per barel, pada satu titik jatuh ke US$ 75,84 per barel, terendah sejak Oktober 2011. Harga sempat diperdagangkan pada posisi US$ 100 per barel pada Juli. Brent, patokan internasional, turun 2,3% menjadi US$ 82,82 per barel, setelah sebelumnya jatuh ke posisi US$ 82,08 per barel, terendah dalam lebih dari empat tahun.
Harga minyak telah turun 25% sejak musim panas yang dapat meningkatkan belanja konsumen dan investasi bisnis di banyak negara sebagai tagihan jatuhnya bahan bakar. Negara-negara penghasil minyak seperti Rusia dan Venezuela, yang memiliki biaya ekstraksi yang tinggi dan yang anggarannya bergantung pada asumsi harga energi yang relatif tinggi, harus menelan kekalahan.
Di awal tahun, harga minyak mentah mendapat sentimen positif berupa penurunan stok minyak. Energy Information Administration (EIA) menyebutkan, stok hingga pertengahan Januari 2014 turun sebesar 40 juta barel, karena musim dingin ekstrem di AS.
Guntur Tri Hariyanto, analis Pefindo mengatakan, setelah ketegangan di Ukraina dan Timur Tengah mereda, harga minyak berbalik arah turun. Apalagi, dari sisi fundamental, pasokan minyak di pasar global pun melimpah. Sementara, permintaan belum pulih, terutama dari China dan Eropa. Bahkan, per 31 Oktober 2014, WTI jatuh ke US$ 80,54 per barel. Level terendah sejak 2009. Secara year to date (ytd), harga minyak sudah turun sebesar 13,1%.
Guntur menduga, harga minyak masih rawan tekanan hingga akhir 2014. Pasalnya, meski suplai berlebih, negara produsen tak kunjung memangkas produksi. “Saat harga sudah di US$ 80 per barel, ini lampu kuning bagi produsen non OPEC,” jelasnya seperti yang dikutip Kontan.
Kendati demikian, ia bilang, ada harapan harga naik terbatas menjelang musim dingin di kawasan AS dan Eropa. Prediksinya, hingga akhir tahun, harga akan bergerak antara US$ 78-US$ 82 per barel.
Adapun, prospek harga minyak pada tahun depan diperkirakan lebih negatif ketimbang tahun ini. Isu perlambatan ekonomi global memicu lesunya permintaan. Proyeksi Guntur, tahun depan, minyak WTI akan berada di kisaran US$ 75-US$ 85 per barel.