Jakarta-TAMBANG. Pasca Amerika Serikat menunjukkan persediaan minyak mentah lebih tinggi, harga minyak dunia turun pada perdagangan Kamis (23/7) pagi. Kondisi ini semakin menambah kekhawatiran tentang kelebihan pasokan global.
Seperti dikutip dari AFP, harga patokan AS, minyak mentah light sweetatau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman September, turun US$ 1,67 per barel menjadi US$ 49,19 per barel di New York Mercantile Exchange.
Pelemahan harga minyak yang berada di bawah US$ 50 per barel ini merupakan yang pertama kalinya sejak 2 April. Sementara itu, harga patokan Eropa, minyak mentah Brent untuk pengiriman September turun 91 sen menjadi US$ 56,13 per barel di perdagangan London.
Departemen Energi mengatakan stok minyak mentah komersial AS naik 2,5 juta barel pada pekan lalu, sementara persediaan di Cushing, Oklahoma bertambah 800.000 barel. Laporan juga menunjukkan produksi minyak mentah AS sedikit berubah serta mendekati rekor sekitar 9,6 juta barel per hari.
Analis juga menyebutkan bahwa penguatan dolar turut menjadi hambatan bagi harga minyak mentah. Karena minyak mentah dijual dalam dolar di pasar global, komoditas menjadi lebih mahal untuk pembeli yang menggunakan mata uang lainnya ketika greenback menguat.
Penurunan harga minyak di bawah US$ 50 per barel bisa memiliki dampak psikologis, sehingga menyebabkan penjualan lebih lanjut, demikian menurut analis Citi Futures, Tim Evans.
Sementara itu di dalam negeri, PT Pertamina (Persero) belum berniat menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) meskipun harga minyak dunia sedang anjlok.
Vice President Communication Pertamina Wianda Pusponegoro mengatakan belum ada rencana Pertamina untuk menurunkan harga BBM meskipun harga minyak dunia menunjukan tren penurunan. “Belum ada penurunan karena tren harga minyak masih berfluktuasi,” kata Wianda.