JAKARTA, TAMBANG. DALAM dua bulan terakhir, pergerakan harga minyak yang tak menentu mengguncang pasar keuangan. Penyebabnya, produksi melewati kebutuhan pasar. Selain itu, cadangan minyak milik negara-negara maju juga melebihi kebutuhan. Berbagai faktor itu bersama-sama, membuat rendahnya harga minyak.
Selama beberapa pekan, harga minyak sekitar US$ 40 per barel. Tetapi pasar masih khawatir terhadap kemungkinan munculnya berbagai peristiwa, yang bisa membuat harga kembali turun.
Media bisnis dari Dubai, Gulf Business, hari ini menuliskan tinjauan Saxo Bank, sebuah bank terkemuka dari Denmark, yang menilai meski dilanda berbagai kekhawatiran, pasar minyak tidak akan terlalu suram. Menurut Kepala Strategi Komoditi, Ole Hansen, harga minyak akan kembali naik sebagai akibat naiknya permintaan dan berkurangnya produksi di Amerika. Diperkirakan, akhir tahun ini harga mencapai US$ 50 per barel.
Rusia merupakan produsen non-OPEC terbesar, dan siap untuk berdiskusi dengan anggota OPEC demi harga minyak yang stabil melalui pengurangan produksi. Langkah Rusia kemungkinan besar akan diikuti negara lain yang non-OPEC. Langkah-langkah seperti ini pasti akan berakibat positif bagi kenaikan harga.
Kelebihan pasokan tidak hanya menjadi masalah bagi pasar minyak. Data perekonomian Februari lalu menunjukkan, negara industri terkemuka seperti Cina ekonominya masih mengalami pelemahan. Amerika pun mengalami hal serupa. Belum jelas apakah yang terjadi sekarang sudah mencapai dasar, atau masih melemah lagi.
Pertengahan tahun ini akan menjadi saat penting bagi pasar minyak. Produsen minyak dari OPEC dan non-OPEC akan bertemu di Doha, April ini. Pertemuan itu diperkirakan bisa mendongkrak harga minyak.
Negara-negara di Timur Tengah sudah menderita akibat harga yang runtuh. Saudi Arabia, yang 80% anggarannya berasal dari minyak, sangat berkeinginan agar pertemuan itu segera terlaksana. Sisi positifnya, Saudi Arabia mendapat pelajaran akan pentingnya menganekaragamkan sumber pendapatan jangan hanya dari minyak.
Uni Emirat Arab merupakan negara yang sukses membuat diversifikasi sumber penerimaan, antara lain dengan membuat kawasan ekonomi bebas, serta mengundang wisatawan. Uni Emirat Arab juga melakukan reformasi hukum, antara lain dengan memudahkan kepemilikan perusahaan. Tujuannya: memudahkan iklim investasi.