Jakarta – TAMBANG. Listrik yang akan diproduksi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jeneponto Tahap II dihargai 4,6 sen dollar atau sekitar Rp 600 per Kwh. Angka ini lebih mahal dari yang sebelumnya dijual PT Bosowa Energi dari hasil produksi listrik PLTU Jeneponto Tahap I.
Erwin Aksa, CEO Bosowa menjelaskan tarif tersebut akan berlaku sejak pembangkit itu beroperasi sampai dengan 10 tahun pertama. Setelah itu, tarifnya akan turun menjadi 3,9 sen dollar atau sekitar Rp 512 per Kwh.
Harga jual dari PLTU Jeneponto Tahap II tersebut lebih mahal dari yang dihasilkan di Jeneponto Tahap I, yang dihargai 3,5 sen dollar atau sekitar Rp 460 per Kwh
“Pendapatan perseroan dari penjualan daya listrik tersebut mencapai Rp 700 miliar per tahun untuk tahap I. Untuk tahap II, diharapkan pendapatannya bisa mencapai Rp 800 miliar,”Erwin mengemukakan alasannya pada Kamis (19/3).
PLTU Jeneponto yang terletak di Provinsi Sulawesi Selatan itu dirancang dengan kapasitas 2 x 125 MW. Untuk tahap kedua, Bosowa menargetkan sudah dapat beroperasi di tahun 2017 mendatang.
Erwin pun menguraikan investasi yang digelontorkan untuk pembangkit tahap kedua mencapai total US$300 juta, atau sekitar Rp 4 triliun.
“Peletakan batu pertama tahun ini menjadi komitmen perseroan untuk menyediakan listrik bagi kepentingan masyarakat. Jika tidak dilakukan, maka dipastikan target surplus listrik di 2017 tidak tercapai atau terjadi defisit listrik,” tambahnya.
Menurutnya, pembangunan Jeneponto Tahap II ini bisa terlaksana dengan adanya doronga dari Kepmen No. 3/2013 tentang Tarif Listrik. Aturan itu menurutnya sangat membantu percepatan investasi listrik, sehingga proyek ini diharapkan rampung dalam 23 bulan.
“Kami berharap rampungnya PLTU tahap II dapat memberikan suplai listrik ke PLN, sehingga dapat menstabilkan kelistrikan di Sulsel,” pungkasnya.