Jakarta-TAMBANG. Pasar batu bara yang sedang mengalami tekanan berimbas pada kinerja perusahaan-perusahaan tambang. Ini juga yang dialami perusahaan tambang batu bara sekelas PT Adaro Energy,Tbk. Sepanjang enam bulan pertama di 2015, salah satu produsen batu bara terbesar Indonesia ini mencatat profitabilitas yang menurun.
Di semester I tahun 2015, produksi batubara Adaro turun 7% dibandingkan periode yang sama tahun lalu menjadi 25,9 juta ton. Demikian juga dengan penjualan yang turun 6% menjadi 26,6 juta ton. Hal ini disebabkan oleh kondisi pasar yang sulit sebagai akibat dari pertumbuhan permintaan batubara yang melambat dan kelebihan pasokan. Harga rata-rata penjualan (ASP) Adaro pun turun 13% secara y-o-y.
Dengan kinerja produksi dan penjualan yang turun kemudian berimbas pada kinerja keuangan perusahaan. Di paruh pertama ini, pendapatan Adaro turun sebesar 17% menjadi US$1.399 juta demikian juga dengan EBITDA operasional tanpa memperhitungkan komponen akuntansi non operasional turun sebesar 26% menjadi US$381 juta.
Sementara laba bersih tercatat US$119,15 juta atau merosot 31% dari periode yang sama tahun sebelumnya. Laba inti juga turun sebesar 29% menjadi US$148 juta.
Ini juga berimbas pada besaran Royalti yang dibayarkan kepada Pemerintah pada semester pertama 2015 turun 19% menjadi US$145 juta. Ini sejalan dengan penurunan pendapatan usaha. Seperti diektahui royalti meliputi 13% dari total beban pokok pendapatan pada semester I tahun ini.
Menghadapi situasi yang sulit ini manajemen Adaro melakukan berbagai upaya sehingga berhasil menurunkan biaya kas batubara tidak termasuk royalti sebesar 8% menjadi US$29,15 per ton. Perusahaan telah mengambil beberapa langkah seperti menurunkan nisbah kupas, menekan biaya penanganan, biaya pengangkutan batubara dan harga bahan bakar serta dilakukannya berbagai upaya penurunan biaya.
Nisbah kupas Adaro turun 2% menjadi 5,27 kali karena pemindahan lapisan penutup yang lebih rendah 9% dibandingkan tahun lalu menjadi 136,3 Mbcm. Diperkirakan di triwulan berikutnya nisbah kupas akan meningkat saat memasuki musim kemarau sehingga panduan rasio nisbah kupas sebesar 5,33x dapat tercapai.
Sedangkan biaya kas batubara tidak termasuk royalti menurun 8% menjadi US$29,15 per ton, dibawah panduan 2015 sebesar US$31-33 per ton. Biaya bahan bakar juga turun sebesar 38% di rentang bawah US$0,50 per liter.
Langkah-langkah ini telah membuat likuiditas Adaro tetap kokoh dengan akses terhadap kas mencapai US$688 juta sehingga memberikan keleluasaan bagi Adaro di tengah turunnya harga batubara.
Ke depan, manajemen Adaro melihat kondisi pasar batubara masih menantang dalam jangka pendek karena pasar masik kelebihan pasokan. Oleh karenanya Adaro merevisi panduan produksi tahun 2015 menjadi 54 – 56 juta ton dari sebelumnya sebesar 56 – 58 juta ton.
“Kami akan terus melaksanakan keunggulan operasional, fokus pada disiplin biaya dan menerapkan strategi yang terencana dengan baik. Adaro yakin bahwa batubara akan tetap menjadi bahan bakar yang paling efisien dan berbiaya murah bagi pembangkit listrik, yang merupakan faktor penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi,”kata Presiden Direktur dan Chief Executive Officer PT Adaro Enegry,Tbk Garibaldi Thohir.
Menurut Garibaldi meski prospek dalam jangka pendek akan tetap menantang karena pertumbuhan permintaan yang melambat dan ketidakpastian makroekonomi, pihaknya tetap yakin permintaan batubara khususnya dari Indonesia, Asia Selatan dan Asia Tenggara akan memainkan peranan penting di masa yang akan datang.
“Kami juga akan terus mengembangkan usaha non pertambangan batubara sekaligus meningkatkan kontribusinya, sehingga Adaro dapat bertahan dengan lebih baik dari siklus pasar batubara,”katanya. Tidak hanya itu, Adaro juga akan terus menjalankan rencana usahanya untuk masuk ke sektor ketenagalistrikan. Bahkan selain Pertambangan batubara, bidang jasa pertambangan dan logistik dan ketenagalistrikan telah menjadi motor penggerak utama pertumbuhan Adaro.