Jakarta,TAMBANG,- Perusahaan tambang yang tercatat di bursa efek Australia (ASX) Greenland Minerals telah mengajukan arbitrase terkait perselihannya dengan Pemerintah Greenland dan Kerajaan Denmark. Perselisihan ini terkait dengan masa depan proyek tanah jarang Kvanefjeld.
Dalam keterangannya dijelaskan bahwa Perusahaan pada Rabu (23/3) mengumumkan telah memulai proses hukum setelah diskusi dengan pemerintah Greenland gagal menghasilkan solusi yang layak.
Diterangkan juga bahwa tujuan utama arbitrase adalah untuk melindungi investasinya dalam proyek dan untuk mendapatkan izin eksploitasi yang diperlukan agar proyek dapat dilanjutkan. Anak perusahaan perusahaan, Greenland Minerals A/S (GMAS) mempertahankan aplikasinya untuk izin eksploitasi. Kemudain dalam arbitrase, GMAS mencari keputusan hukum independen tentang apakah larangan uranium berlaku untuk izin eksplorasi GMAS.
GMAS berkeyakinan bahwa larangan uranium tidak akan berlaku untuk proyek Kvanefjeld. Ini karena undang-undang yang dilampirkan pada larangan tersebut menyatakan bahwa larangan tersebut tidak akan berlaku untuk lisensi yang ada. Kemudiancatatan penjelasan pada Undang-undang tersebut menekankan bahwa hal itu tidak berlaku jika penerapannya akan mengakibatkan pengambilalihan.
“Kami mencoba mencari solusi konstruktif melalui dialog dengan pemerintah Greenland, tetapi mereka menegaskan bahwa mereka tidak akan beranjak dari posisi mereka bahwa UU No. 20 berlaku untuk kami dan izin eksploitasi kami tidak akan diberikan. Dalam diskusi ini, pemerintah juga menjelaskan bahwa mereka tidak menganggap diri mereka berkewajiban untuk memberikan kompensasi kepada kami,” ungkap MD GGG Daniel Mamadou dalam keterangannya.
Padahal Greenland Minerals telah menghabiskan lebih dari sepuluh tahun dan telah menginvestasikan lebih dari A$130 juta dalam proyek Kvanefjeld. “Perusahaan mengikuti setiap peraturan dan permintaan pemerintah selama proses berlangsung. Proyek ini telah melalui penilaian lingkungan yang ketat dan tetap menjadi salah satu aset tanah jarang terbesar yang belum dikembangkan di dunia dan sumber utama teknologi logam masa depan yang akan dibutuhkan untuk transisi energi bersih,”terang Daniel.
Daniel pun melanjutkan bahwa pihaknya memulai proses arbitrase untuk mendapatkan konfirmasi apakah UU No. 20 benar-benar berlaku bagi perusahaanya dan memblokir aplikasi izin eksploitasi kami. “Jika hal ini terjadi, kami menuntut ganti rugi sebagai kompensasi atas pengambilalihan. Sebagai dewan GGG, tugas kami adalah melindungi kepentingan pemegang saham kami. Posisi yang diambil oleh pemerintah Greenland membuat kami tidak memiliki alternatif lain selain menegakkan hak perusahaan atas izin eksploitasi,”terangnya.
Sebelumnya di November 2021, Pemerintah Greenland telah melarang kegiatan penambangan uranium. Larangan ini kemudian berdampak pada proyek Kvanefjeld. Sementara bagi Perusahaan berkode saham GGG ini mengatakan sementara uranium tidak memiliki arti ekonomi yang besar untuk proyek Kvanefjeld. Sehingga pendapatan yang dihasilkan dari uranium dan produk sampingan lainnya akan berfungsi untuk mengurangi biaya produksi tanah jarang.
Kvanefjeld adalah proyek tanah jarang skala besar dengan potensi untuk menjadi produsen tanah jarang paling signifikan di dunia barat. Tambang ini berada di Kompleks Alkaline Ilimaussaq yang unik secara global di Greenland selatan. Sampai saat ini lebih dari 1 miliar ton sumber daya mineral sesuai kode JORC. Adatiga zona yang berbeda dari lokasi tambang ini yakni Kvanefjeld, Sørensen dan Zona 3. Mineralisasi ditampung oleh jenis batuan yang disebut lujavrite yang kaya akan tanah jarang, uranium, dan seng.